Bisnis.com, JAKARTA - Tren penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) diperkirakan tidak akan terdampak kinerja buruk indeks harga saham gabungan (IHSG). Bahkan, kuartal II/2021 diperkirakan dapat jadi momentum perusahaan untuk IPO.
SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengungkapkan sejumlah indikator ekonomi yang dianggap membentuk pelemahan IHSG dalam beberapa hari terakhir tidak menjadi sentimen buruk bagi rencana IPO.
Kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN) Indonesia yang dipicu oleh naiknya yield SUN Amerika Serikat (AS) karena ekspektasi peningkatan inflasi. Namun, menurutnya, ekspektasi kenaikan inflasi global terlalu berlebihan.
"Pasalnya adalah kenaikan ekspektasi inflasi disebabkan oleh supply shock karena beberapa hal yakni pertama restriksi movement antara port tujuan ekspor yang masih dibatasi oleh restriksi di port-port laut yang merupakan 70 persen lalu lintas dagang dunia. Selain itu, underinvestment oleh supply chain," katanya kepada Bisnis, Rabu (31/3/2021).
Dengan demikian, ketika ada pembukaan ekonomi, suplai menjadi kewalahan. Namun, ketika ekonomi global sudah total dibuka, supply shock akan hilang dengan sendirinya ekspektasi inflasi akan turun.
Kenaikan ekspektasi inflasi tersebut yang menyebabkan IHSG terjungkal harusnya dimanfaatkan oleh investor untuk masuk ke pasar modal. Melalui pendekatan buy on weakness atau membeli saham yang melakukan IPO karena jangka panjang suku bunga masih rendah sehingga cost of fund masih rendah.
Baca Juga
"Jadi kenaikan yield ataupun koreksi IHSG hanya sangat bersifat sementara. Jadi, tahun ini harusnya dimanfaatkan untuk emiten melakukan IPO, konsolidasi industri untuk persiapan semester II/2021 yang harusnya potensi growth ekonomi akan melompat jauh dibandingkan dengan tahun lalu," katanya.
Sementara itu, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menuturkan saham-saham emiten yang baru IPO masih prospektif karena menjadi incaran investor ritel untuk alternatif aktivitas trading.
"Saat ini investor ritel akan mulai sibuk mencari alternatif saham untuk trading, salah satunya saham-saham IPO yang punya kebiasaan naik di beberapa hari pertama," katanya.
Tren masuknya investor ritel terhadap saham-saham yang baru saja IPO tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut.
Di sisi lain, bagi emiten yang melakukan IPO mungkin akan tetap dijalankan karena kebutuhan mencari dana. Dengan demikian, tren IPO pada kuartal II/2021 masih akan berjalan dengan respon positif dari pasar.
Adapun, rencana penerapan e-IPO perlu lebih gencar disosialisasikan oleh otoritas bursa. Pasalnya, pelaksanaannya dapat meningkatkan jumlah pembeli saham IPO.
"Mungkin sosialisasinya perlu ditingkatkan, agar jumlah pembeli saham IPO lebih mudah aksesnya," imbuhnya.