Bisnis.com, JAKARTA — Tren kenaikan imbal hasil kian menekan harga surat utang negara (SUN). Hal ini turut berbuntut pada kinerja reksa dana pendapatan tetap.
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, imbal hasil atau yield SUN Indonesia untuk tenor 10 tahun berada di level 6,88 persen, naik signifikan dari posisi akir 2020 lalu di level 5,97 persen.
Pergerakan yield selalu berbanding terbalik dengan harga obligasi. Kenaikan yield mencerminkan adanya pelemahan harga obligasi. Sebaliknya, jika yield tengah menurun artinya harga obligasi sedang menguat.
Sementara itu, mengacu pada data Infovesta Utama per 18 Maret 2021, kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap sepanjang tahun berjalan negatif semakin dalam, yakni mencapai -1,92 persen secara year to date (ytd).
Padahal, sepanjang 2020 lalu, indeks reksa dana pendapatan tetap berhasil menjadi reksa dana yang membukukan kinerja paling moncer dengan imbal hasil 8,99 persen secara tahunan.
Head Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan tren pergerakan yield obligasi Indonesia lebih dipengaruhi oleh faktor eskternal, yakni tren kenaikan imbal hasil obligasi AS alias US Treasury.
Baca Juga
Seperti diketahui, US Teasury menjadi kiblat bagi pergerakan pasar obligasi dunia, termasuk Indonesia. Alhasil, ketika yield obligasi negara Paman Sam tersebut terus naik, yield SUN pun ikut terkerek dan menekan harga.
“Padahal awal tahun sudah dekat 6 persen, tapi karena ngikut US Treasury, jadi pada ikut naik. Makanya harganya turun terus dan kinerja reksa dana pendapatan tetap juga ikut turun,” kata Wawan ketika dihubungi Bisnis, akhir pekan lalu.
Wawan mengatakan saat ini pergerakan yield dan harga SUN tidak mencerminkan fundamentalnya, sebab dia menilai kondisi Indonesia saat ini cenderung stabil, baik dari data-data ekonomi maupun progress pemulihan dari pandemi.
"Suku bunga juga kembali diturunkan, harusnya ini bisa mengangkat harga obligasi," imbuhnya.
Menurutnya, untuk kondisi Indonesia saat ini, yang mana inflasi masih di bawah 2 persen dan suku bunga acuan yang berada di level 3,50 persen, yield SUN yang wajar ada di kisaran 5,5—6 persen.
“Artinya saat ini harga SUN sedang murah sekali, bagi yang mau masuk menarik sekali, tapi bagi yang sudah pegang dari akhir tahun atau awal tahun ini memang cenderung masih loss karena penurunan harga,” tuturnya.
Wawan mengatakan agar para investor yang sudah memiliki instrumen berbasis SUN seperti reksa dana pendapatan tetap agar bersabar. Pasalnya, dia memproyeksikan harga SUN akan mulai rebound ketika tren kenaikan US Treasury sudah reda.
“US Treasury sudah cukup tinggi ya, saya kira sekarang akan terbatas kenaikannya. Untuk sampai 2 persen itu sulit,” kata Wawan.
Di sisi lain, jelang tengah tahun juga akan ada pembayaran kupon obligasi, sehingga dapat turun mengerek potensi keuntungan. Seperti diketahui, imbal hasil reksa dana pendapatan tetap memiliki dua sumber yakni dari selisih harga dan dari pendapatan kupon.
“Yang sekarang rugi sekitar 1,5 persenan kalau kupon sudah masuk bisa naik lagi, bisa tetap untung. Karena itu, sebetulnya sekarang ini pas sekali kalau mau masuk atau tambah [kepemilikan RD pendapatan tetap],” imbuhnya lagi.