Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Cerah Menanti Trio Emiten BUMN Tambang

Emiten pertambangan pelat merah, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Timah Tbk. (TINS), dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) kompak mencetak penurunan pendapatan pada 2020.
Angkutan batu bara berbasis rel di Sumatra Selatan./ptba.co.id
Angkutan batu bara berbasis rel di Sumatra Selatan./ptba.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Trio emiten pertambangan pelat merah kompak mencatatkan penurunan kinerja pada 2020. Namun, prospek cerah menanti ketiga emiten itu pada tahun ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, emiten pertambangan pelat merah, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Timah Tbk. (TINS), dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) kompak mencetak penurunan pendapatan pada 2020.

Di antara ketiga emiten itu, hanya ANTM yang berhasil mencetak pertumbuhan bottom line impresif, yaitu melejit 492,91 persen menjadi Rp1,14 triliun.

Sementara itu, PTBA mencetak penurunan laba 41,17 persen menjadi Rp2,38 triliun dan TINS masih membukukan rugi bersih sebesar Rp340,59 miliar.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menjelaskan bahwa penurunan kinerja ketiga emiten tambang pelat merah itu disebabkan oleh pelemahan harga komoditas sepanjang 2020.

Hal itu pun diperparah oleh tekanan permintaan sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Kendati demikian, pemulihan harga komoditas yang terjadi sejak akhir kuartal IV/2020 dan diproyeksi berlanjut sepanjang tahun ini akan menjadi katalis positif bagi trio BUMN tambang itu memacu kinerjanya tahun ini.

“Secara umum untuk PTBA dan ANTM dengan harga komoditas yang masih cenderung bertahan di harga yang cukup tinggi dan pemulihan ekonomi, seharusnya masih berdampak positif ke emiten tersebut,” ujar Chris kepada Bisnis, Senin (15/3/2021).

Sementara itu, dia menilai selama tambang rakyat liar TINS belum dapat diatur maka produsen timah itu masih akan sulit untuk mencatatkan kinerja yang baik.

Apalagi, terdapat penerbitan aturan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) baru pada akhir 2020 terkait pertambangan timah yang menjadi katalis negatif kinerja TINS.

Adapun, Chris merekomendasikan wait and see terlebih dahulu terhadap ketiga saham emiten itu karena secara jangka pendek dengan kembali naiknya imbal hasil obligasi AS cenderung berdampak negatif terhadap harga komoditas yang juga dapat menjadi sentimen negatif.

Secara terpisah, analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu mengatakan bahwa pada tahun ini, dari sisi harga batu bara dan emas diperkirakan lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya sehingga menjadi katalis baik bagi kinerja emiten terkait.

Harga batu bara global diperkirakan berada pada rata-rata US$75 per ton, sementara emas pada level US$2.000 per troy ounce.

“Untuk nikel, kami lebih optimis. Harga nikel global pada tahun ini kami proyeksikan berada pada rata-rata US$17.300 per ton dari harga sekarang US$16.200 per ton,” ujar Dessy kepada Bisnis.

Prospek komoditas nikel masih cerah, meski sempat dibayangi katalis negatif bahwa Tesla akan menggunakan material lain selain nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Dessy menjelaskan bahwa industri nikel telah bertahan cukup lama sebelum isu baterai kendaraan listrik, yaitu sebagai bahan baku industri stainless steel. Dia pun memproyeksi masih terdapat ruang pertumbuhan permintaan nikel dari industri stainless steel.

Di antara ketiga emiten tambang itu, Dessy merekomendasikan beli untuk saham ANTM dengan target harga Rp3.230 dan beli untuk saham PTBA dengan target Rp2.830.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper