Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia menembus US$60 per barel seiring dengan cuaca dingin di AS yang berpotensi menekan pasokan global.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (15/2/2021), Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sempat naik hingga 2,2 persen ke level US$60,49 per barel di New York Mercantile Exchange. Catatan harga ini merupakan level tertinggi dalam 13 bulan terakhir. Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak April 2021 naik 82 sen ke posisi US$63,25 di ICE Futures Europe.
Harga minyak berjangka di New York telah naik 16 persen sejak awal Februari, sementara harga minyak Brent telah menguat selama empat pekan beruntun. Tren positif tersebut didukung oleh progres vaksin virus corona yang terus didistribusikan ke seluruh dunia.
Salah satu sentimen yang mengerek naik harga minyak adalah potensi terhambatnya pasokan minyak dari AS. Pelaku pasar memperkirakan ratusan ribu barel minyak mentah akan tertahan di Texas karena penghentian kegiatan operasi pada sejumlah kilang minyak.
Hambatan tersebut berpotensi mengganggu pasokan minyak dari Negeri Paman Sam ke pasar global. Padahal, sebelumnya kondisi pasar mulai berangsur membaik.
Selain itu, kondisi cuaca dingin yang ekstrim di wilayah AS juga mengancam ekspor minyak dari AS ditengah kembalinya jumlah cadangan minyak ke level normal. Kembalinya jumlah cadangan minyak tersebut terjadi berkat usaha OPEC+ yang mengurangi jumlah produksi minyak harian.
Baca Juga
Di sisi lain, tingkat permintaan minyak di AS juga mulai pulih dan mengejar level permintaan di Asia. Hal tersebut terlihat dari kenaikan angka pemrosesan minyak yang tertinggi sejak Maret lalu pada pabrik pemurnian di AS.
Sementara itu, upaya Arab Saudi untuk meningkatkan pembatasan produksi minyak hariannya turut membantu pengurangan jumlah cadangan minyak dunia ditengah pemulihan permintaan.
Founder Vanda Insights, Vandana Hari mengatakan, sentimen cuaca dingin di AS, pembicaraan paket stimulus, serta pemangkasan produksi dari Arab Saudi membantu kelanjutan reli harga minyak hingga menembus US$60 per barel.
“Tetapi, faktor terbesar yang diragukan dampaknya oleh para pelaku pasar adalah menurunnya ancaman virus corona di tingkat global. Hingga saat ini, angka kasus positif virus corona telah menurun selama lebih dari empat pekan ,”katanya dikutip dari Bloomberg.