Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar mata uang euro mulai melemah seiring dengan proses distribusi vaksin virus corona yang tersendat.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (4/2/2021) nilai tukar mata uang euro terhadap dolar AS terpantau di posisi US$1,2016.
Sementara, pada penutupan Rabu (3/2/2021) kemarin, nilai euro ada di posisi US$1,2004, atau level terendah sejak 1 Desember 2021. Sebelumnya, nilai euro sempat menembus US$1,2349 pada 6 Januari 2021, yang merupakan level tertinggi sejak April 2018.
Pelemahan nilai euro salah satunya disebabkan oleh proses distribusi vaksin virus corona yang tersendat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari Uni Eropa yang diprediksi akan kehilangan output ekonomi hingga ratusan miliar euro.
Padahal, sejumlah analis sempat memperkirakan bahwa nilai tukar euro akan didukung oleh sentimen bullish pada tahun ini. Hal tersebut didukung oleh rencana peluncuran paket stimulus dari Uni Eropa untuk memulihkan perekonomian Benua Eropa.
Meski demikian, distribusi vaksin yang tersendat serta lockdown berkepanjangan membuat nilai euro anjlok. Head of Group-of-10 FX research Standard Chartered Bank, Steven Englander mengatakan, penyimpangan nilai mata uang euro mulai terjadi setelah kemunculan kabar tersendatnya pengiriman vaksin virus corona pada awal tahun.
Baca Juga
“Meski kami masih bullish terhadap euro, masalah vaksin menambah faktor risiko untuk mata uang ini,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Pelemahan ini membuat sejumlah lembaga merevisi outlook mata uang euro. Deutsche Bank AG mengatakan, nilai tukar euro mengarah pada level yang terakhir terlihat pada November 2020 lalu. Sementara itu, Nomura International Plc merubah strateginya pada euro dari jangka panjang menjadi jangka pendek.
Sementara itu, Chief FX Strategist Societe Generale SA, Kit Juckes, merekomendasikan investor untuk menjual euro terhadap krone Norwegia dan krona Swedia. Juckes juga menyarankan untuk menjual euro terhadap franc Swiss apabile euro menembus dibawah US$1,20.
Adapun, mata uang dolar AS terpantau menguat sepanjang bulan lalu seiring dengan prospek paket stimulus fiskal dari Negeri Paman Sam tersebut mendorong kenaikan imbal hasil obligasi AS (US Treasury).
Foreign Exchange Strategist Nomura, Jordan Rochester mengatakan, pihaknya mulai mengambil strategi bullish terhadap dolar AS. Menurutnya, penurunan euro yang mendekati US$1,20 tidak hanya pada level psikologis.