Bisnis.com, JAKARTA - Kilau saham pertambangan logam terpantau belum pudar di mata investor dan melanjutkan tren penguatannya sejak akhir tahun lalu.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan pekan pertama 2021 sejumlah saham pertambangan logam bergerak cukup impresif. Sepanjang pekan ini, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) telah naik 34,37 persen, diikuti oleh saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) menguat 27,45 persen, dan saham PT Timah Tbk. (TINS) naik 22,22 persen.
Selain itu, saham pertambangan batu bara PT Harum Energy Tbk. (HRUM) ikut tersulut menguat 30,87 persen, mengingat emiten itu memiliki portofolio kepemilikan saham di Nickel Mines Ltd, salah satu pemilik proyek Hengjaya Nickel dan Ranger Nickel.
Tidak kalah, saham PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT) juga naik 14,61 persen, PT Cita Mineral Investama Tbk. (CITA) naik 12,42 persen, saham PT Kapuas Prima Coal Tbk. (ZINC) naik 9,47 persen, dan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) naik 9,05 persen.
Adapun, penguatan saham tambang logam itu pun berhasil menopang pergerakan indeks Jakmine yang berhasil naik 10,75 persen sepanjang pekan ini ke level 2.121,44.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan bahwa pergerakan saham tambang logam terkerek penguatan harga komoditas, mulai dari emas, tembaga, hingga nikel yang masih berlangsung pada awal tahun ini sejak paruh kedua 2020.
Baca Juga
“Di samping itu, pergerakan juga tersulut sentimen proyek baterai listrik Indonesia dengan nilai yang cukup jumbo sehingga pasar memiliki ekspektasi besar proyek itu dapat meningkatkan fundamental kinerja emiten logam, terutama ANTM dan INCO,” ujar Alfred kepada Bisnis, Jumat (8/1/2021).
Penguatan diperkirakan berlanjut sembari pasar menanti detail perkembangan baru dari proyek itu, tetapi pergerakan mulai cenderung terbatas.
Sementara itu, analis Sucor Sekuritas Hasan menjelaskan bahwa kabar baik saham tambang logam terutama berasal dari komoditas nikel. Industri Nickel Pig Iron (NPI) Indonesia dinilai berkembang pesat setelah pada 2020 Indonesia menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel.
Akibatnya, produksi Indonesia untuk bahan baku baja itu diproyeksi naik mencapai 920.00 pada 2022, atau mencakup hampir sepertiga produksi nikel global.
Perkembangan industri itu pun sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, terutama membaiknya permintaan baja dari China. Belum lagi, pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia.
“Oleh karena itu, kami Overweight terhadap sektor pertambangan logam, karena kami yakin prospek jangka pendek mereka akan tetap solid dari permintaan baja China, dan jangka panjang lebih positif dari sentimen baterai listrik,” tulis Hasan seperti dikutip dari publikasi risetnya, Jumat (8/1/2021).
Secara terpisah, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo mengatakan bahwa pasar saat ini dibayangi oleh ekspektasi industri baterai listrik, yang sangat menguntungkan emiten tambang logam sehingga sahamnya berhasil menguat signifikan.
“Namun, untuk emiten nikel seperti TINS, INCO, dan NIKL sudah cukup reli dari akhir tahun lalu. Jadi hati-hati mungkin akan menunggu giliran koreksi,” ujar Frankie kepada Bisnis.