Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Mulai Seret, Harga CPO Terkoreksi

Harga minyak sawit berjangka di Malaysia menurun mengikuti penurunan yang terjadi terhadap harga CPO di bursa Dalian dan harga minyak kedelai di bursa Chicago.
Pekerja memindahkan tandan buah segar sawit./Sanjit Das-Bloomberg
Pekerja memindahkan tandan buah segar sawit./Sanjit Das-Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak sawit (CPO)berjangka masih melanjutkan pelemahan seiring dengan prospek perlambatan permintaan minyak tropis hingga akhir tahun.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (24/11/2020) hingga pukul 15.35 WIB harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) kontrak Februari 2021 di bursa Malaysia masih berada di zona merah, terkoreksi 1,35 persen ke posisi 3.281 ringgit per ton.

Harga terus melemah setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam 8 tahun terakhir di kisaran 3.400 ringgit per ton pada pekan lalu. Kendati demikian, sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah menguat 14,17 persen.

Selain itu, penurunan harga CPO juga tersulut pergerakan harga minyak nabati saingan, minyak kedelai, yang juga terkoreksi 0,89 persen ke posisi 38 sen per pon.

Founder Palm Oil Analytics Singapura Sathia Varqa mengatakan bahwa harga minyak sawit berjangka di Malaysia menurun mengikuti penurunan yang terjadi terhadap harga CPO di bursa Dalian dan harga minyak kedelai di bursa Chicago.

Salah satu faktor terbesar pelemahan adalah aksi ambil untuk oleh para investor setelah harga menyentuh level tertingginya dan reli kencang tanpa henti dalam beberapa bulan terakhir.

“Namun, kemungkinan harga CPO berjangka akan tetap di atas 3.000 ringgit per ton seiring dengan output  yang lebih rendah pada tahun ini,” ujar Varqa seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (24/11/2020).

Sementara itu, Pialang Phillip Futures Kuala Lumpur Marcello Cultera mengatakan bahwa harga CPO berada dalam tekanan karena permintaan dari China diprediksi melemah pada Desember dan diikuti oleh permintaan importir minyak nabati lainnya seperti Eropa dan India yang juga dalam tekanan.

“Ada juga kekhawatiran atas aksi wash-out dari China baru-baru ini dan semakin meningkat, yaitu di mana pembeli menuntut untuk menegosiasikan kembali persyaratan, dalam kargo sawit dan kedelai,” ujar Cultrera seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (24/11/2020).

Di sisi lain, Presiden Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Eddy Abdurrachman melihat ekspor CPO Indonesia pada tahun depan hanya akan meningkat tipis menjadi 36,49 juta ton dari perkiraan sepanjang tahun ini di kisaran 36,13 juta ton.

Dia menilai Indonesia perlu meningkatkan alokasi dana insentif untuk program pencampuran biodiesel pada 2021 karena pihaknya melihat kesenjangan harga yang lebih lebar antara solar dan biodiesel.

Dengan demikian, penyerapan CPO untuk biodiesel di dalam negeri bisa menjadi lebih baik hingga akhirnya bisa berdampak positif terhadap harga CPO global

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper