Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Karet Diprediksi Semakin Melar, Ini Sebabnya

Harga karet berpeluang melanjutkan tren penguatan seiring dengan rebound pasar komoditas.
Seorang buruh tani menyadap karet di perkebunan karet Ujung Jaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Selasa (21/7/2020). Kementerian Perindustrian mencatat, hingga semester awal 2020, produksi karet alam baru memenuhi sekitar 55,4 persen dari kapasitas sektor tersebut yang mencapai 5,9 juta ton. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Seorang buruh tani menyadap karet di perkebunan karet Ujung Jaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Selasa (21/7/2020). Kementerian Perindustrian mencatat, hingga semester awal 2020, produksi karet alam baru memenuhi sekitar 55,4 persen dari kapasitas sektor tersebut yang mencapai 5,9 juta ton. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA – Harga karet mulai kembali menunjukkan tren perbaikan setelah sempat terkoreksi. Prospek penguatan yang berkelanjutan pun cukup terbuka seiring dengan tingkat permintaan yang tinggi dari sektor otomotif di China.

Data dari Bloomberg pada Kamis (19/11/2020) mencatat, harga karet untuk kontrak Februari 2021 di pasar Singapura terpantau pada level US$156 sen per kilogram, menguat 1,40 poin atau 0,91 persen dibandingkan posisi pada perdagangan sebelumnya.

Sepanjang November 2020, harga karet bergerak di kisaran US$149 sen hingga US$158,50 sen per kilogram. Pada 28 Oktober lalu, harga karet mencatatkan kenaikan terbesar sepanjang tahun dengan berada di level US$180,20 sen per kilogram.

Analis Capital Futures Wahyu Laksono menjelaskan, kondisi fundamental harga karet memang masih lemah. Meski demikian prospek harga karet ditopang oleh tren kenaikan harga yang dialami oleh seluruh komoditas.

Harga karet biasanya mengikuti harga minyak, karena merupakan bagian dari kompetitor minyak untuk karet sintetis,” katanya saat dihubungi pada Kamis (19/11/2020).

Ia mengatakan, walau harga karet sempat tertekan tahun ini, pandemi virus corona menjadi berkah tersendiri untuk harga komoditas ini. Pasalnya, ditengah produksi yang terhambat, permintaan terhadap karet, utamanya dari China, mengalami lonjakan.

Wahyu menjelaskan, tren harga karet ditopang oleh pembukaan kembali kegiatan ekonomi di China. Saat ini, kenaikan angka penjualan mobil di China mendukung kenaikan harga karet.

Wahyu memaparkan, kegiatan produksi otomotif di China kini telah berjalan normal, dengan pabrik-pabrik beroperasi dalam kapasitas maksimal. Pabrik-pabrik tersebut membutuhkan karet untuk membuat ban yang akan dipasar pada kendaraan.

“Permintaan mobil di China saat ini juga masih tinggi karena populasi masyarakat kelas menengah yang besar. Hal ini terlihat dari data manufaktur, penjualan, dan ekspor kendaraan China yang meningkat tahun ini,” jelasnya. Wahyu melanjutkan, pada awal masa pandemi

Selain dari China, permintaan terhadap karet juga didukung oleh Amerika Serikat. Hal ini terjadi seiring dengan kebutuhan AS terhadap sarung tangan karet yang digunakan oleh tenaga kesehatan dalam menangani pandemi virus corona.

Data sensus AS menunjukkan, pada kuartal III/2020, jumlah impor sarung tangan karet khusus untuk tenaga medis melesat 57 persen menjadi 244 juta pasang. Sementara itu, jumlah impor untuk seluruh jenis sarung tangan karet merekah 28 persen menjadi 14,6 miliar pasang dalam periode waktu yang sama.

Selain itu, kabar kejelasan vaksin virus corona dari Pfizer dan Moderna juga memicu semangat pasar. Hal tersebut karena prospek pembukaan kegiatan ekonomi global semakin jelas dan akan memicu kenaikan permintaan terhadap karet yang lebih tinggi.

Pada sisa tahun 2020, Wahyu memprediksi harga karet masih akan mengalami kenaikan seiring dengan sejumlah katalis positif yang ada. Namun, penguatan tersebut akan bersifat terbatas.

“Kemungkinan ruang kenaikannya sedikit, harga karet masih akan menguji level US$172 sen per kilogram,” tambahnya.

Selanjutnya, harga karet akan kembali turun pada awal 2021. Hal ini disebabkan oleh koreksi overbought yang umumnya terjadi pada awal tahun. Meski demikian, potensi harga karet untuk kembali rebound masih terbuka.

“Kemungkinan pada paruh pertama 2021 harga akan koreksi dan kemudian akan rebound membentuk pola huruf v di semester II/2021,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper