Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham-Saham Properti dan Konstruksi yang Diuntungkan Isu Omnibus Law

Ellen May menilai sektor konstruksi dan properti bakal mendapat sentimen positif akibat pembahasan Omnibus Law, dengan rekomendasi utama BEST, KIJA, dan perusahaan konstruksi pelat merah.
Pengunjung berjalan di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan harga saham di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI)  di Jakarta, Jumat (25/9/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Pengunjung berjalan di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan harga saham di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat (25/9/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Bergulirnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja alias Omnibus Law dinilai sejumlah analis bakal memperbesar prospek emiten-emiten terkait. Tak terkecuali emiten properti.

Dari sederet emiten properti yang saat ini sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Ellen May Institute (EMI) menilai PT Kawasan Industri Jabeka (KIJA) dan PT Bekasi Fajar Industrial Estate (BEST) sebagai dua perusahaan paling prospektif.

Kendati demikian, EMI merekomendasikan emiten-emiten tersebut untuk sekadar trading, bukan untuk investasi jangka panjang.

"Saat ini kami lebih merekomendasikan saham BEST dan KIJA dan untuk trading dibandingkan dengan investasi. Kondisi properti yang masih lesu dan daya beli yang masih rendah menjadikan properti masih belum menarik untuk investasi," kata analis sekaligus pendiri EMI Ellen May dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Selasa (29/9) sore.

Saat ini, saham KIJA maupun BEST memang sedang dalam posisi harga rendah. Per akhir perdagangan Selasa (29/9/2020) KIJA berada pada level harga Rp186, turun 4 poin alias 2,11 persen ketimbang sehari sebelumnya. Sedangkan saham BEST diperdagangkan pada angka Rp174, turun 9 poin alias 4,92 persen dari posisi sehari sebelumnya.

"BEST dan KIJA kami beli dengan strategi buy on breakout. BEST kami beli di tanggal 27 Agustus 2020 di harga 146 dan saat ini kami masih hold dengan floating profit 25.34%. Sedangkan KIJA kami beli tanggal 28 September di harga 194," sambungnya.

Omnibus Law sendiri merupakan 'UU sapu jagat' yang meliputi berbagai topik. Mulai dari perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, perlindungan UMKM, izin usaha, dukungan riset dan inovasi, hingga administrasi pemerintahan.

Selain itu, UU ini juga bakal mengubah berbagai hal terkait pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus.

Di luar emiten properti, sektor lain yang dinilai juga bakal ketiban durian runtuh dari aturan tersebut adalah konstruksi.

"Kami melihat emiten konstruksi pelat merah seperti WIKA, PTPP, ADHI, WSKT memiliki peluang lebih besar karena pengolahan bank tanah bisa menjadi proyek strategis pemerintah dan BUMN akan menjadi prioritas dalam pembangunannya," tandas Ellen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper