Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terimpit Sentimen Global, Rupiah Sulit Merangkak

Secara fundamental rupiah relatif tidak memiliki masalah yang berat, namun dalam jangka pendek pergerakan rupiah lebih banyak tertekan oleh sentimen global seperti perang Azerbaijan—Armenia, memanasnya situasi geopolitik antara AS—China, serta gejolak jelang Pemilu AS.
Karyawati menghitung uang dolar AS di Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawati menghitung uang dolar AS di Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Maraknya tekanan dari sentimen global membuat rupiah kesulitan memanfaatkan momentum pelemahan dolar Amerika Serikat untuk bisa bangkit.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang garuda terapresiasi 0,03 persen menjadi Rp14.895 per dolar AS pada akhir perdagangan Selasa (29/9/2020). Sejak awal tahun, pelemahan rupiah mencapai 7,42 persen. 

Rupiah dibuka di zona hijau pada level Rp14.875 per dolar AS. Sepanjang hari perdagangan, rupiah bergerak pada rentang Rp14.872 - Rp14.918 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar turun 0,23 poin atau 0,24 persen menjadi 94.0550 pukul 18.30 WIB.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C Permana mengatakan secara fundamental rupiah relatif tidak memiliki masalah yang berat dibandingkan dengan mata uang negara lain.

“Selama ini rupiah paling problemnya doublel deficit di neraca dagang dan fiskal atau APBN. Defisit fiskal sekarang kan masih bisa dimaklumi karena ada Covid dan sebetulnya dibanding negara lain juga masih relatif terjaga, lalu neraca dagang kita surplus,” jelasnya, Selasa (29/9/2020)

Dalam jangka pendek dan menengah, Fikri melihat pergerakan rupiah lebih banyak tertekan oleh sentimen global seperti perang Azerbaijan—Armenia, memanasnya situasi geopolitik antara AS—China, serta gejolak jelang Pemilu AS.

Pasalnya, kendati faktor-faktor tersebut tidak memengaruhi rupiah secara langsung, tapi sentimen itu banyak memengaruhi pergerakan dolar AS yang merupakan acuan (benchmark) mata uang garuda.

“Jadi kalau ada pergerakan dari AS ya rupiah kita terimbas,”katanya.

Sementara untuk jangka panjang, sejumlah sentimen dalam negeri akan turut memengaruhi rupiah seperti perkembangan amandemen UU Bank Indonesia dan tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dia menilai rupiah masih memiliki peluang untuk kembali menguat di jangka menengah seiring dengan adanya tambahan stimulus AS yang membuat agresivitas dolar tidak sekuat beberapa pekan belakangan.

Selain itu, pergerakan pasar saham juga dinilai akan menjadi faktor pendorong penguatan rupiah karena investor akan mulai melepas aset safe haven dan masuk kembali ke aset-aset berisiko termasuk mata uang negara berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper