Bisnis.com, JAKARTA – Harga karet berjangka menuju penurunan mingguan yang diakibatkan oleh kekhawatiran akan pandemi Covid-19 yang terus berdampak pada aktivitas ekonomi global sehingga membuat permintaan komoditas menurun.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (24/9/2020), harga karet TSR20 di bursa Singapura untuk kontrak pengiriman Desember 2020 ditutup berada pada level US$1,37 per kilogram, menguat tipis 0,07 persen.
Adapun, penguatan tipis harga karet TSR20 ini berbalik dari posisinya yang melemah selama tiga hari beruntun dalam pekan ini.
Sementara itu, harga karet RSS di bursa Jepang untuk kontrak pengiriman Februari 2021 ditutup berada pada level 182,5 yen per kilogram menurun 0,11 persen atau 0,2 poin.
Adapun, sepanjang tahun berjalan, harga karet di bursa Jepang memang menguat 20,19 persen, kedua tertinggi di antara semua komoditas lunak.
Penguatan harga karet berjangka di bursa Jepang tepat berada di bawah harga kayu berjangka di bursa Globex dengan lonjakan sebesar 49,91 persen secara year-to-date.
Baca Juga
Kepala Strategi Perdagangan dan Lindung Nilai Kaleesuwari Intercontinental Gnanasekar Thiagarajan mengatakan harga karet di bursa Singapura memang sedang tertekan.
Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh kekhawatiran meningkatnya kasus Covid-19 secara global yang pada akhirnya membuat permintaan berkurang.
“Gelombang baru kasus virus di Eropa, jumlah kasus yang meningkat di India dan melonjaknya angka kematian di Amerika Serikat membuat harga semakin tertekan,” katanya dikutip dari Bloomberg, Kamis (24/9/2020).
Sementara, Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardjo Soedargo mengatakan tidak ada sentimen ekonomi yang cukup solid untuk mendorong pergerakan harga karet sehingga membuat pasar tidak yakin dengan prospek komoditas tersebut ke depannya.
Kendati demikian, International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang beranggotakan tiga negara produsen karet alam dunia yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia, dalam rilisnya menyatakan bahwa pihaknya memprediksi harga karet akan menguat.
Hal ini dikarenakan produksi karet alam yang akan menurun hingga awal 2021 disebabkan cuaca yang tidak menentu, berkurangnya jumlah pegawai dan penyakit gugur daun.
Sementara, konsumsi masih akan terus meningkat sejalan dengan ekspektasi percepatan kegiatan ekonomi di China.