Bisnis.com, JAKARTA — Harga saham penawaran umum perdana calon emiten badan usaha milik negara (BUMN) berpotensi terdiskon akibat minimnya animo pasar terhadap saham perusahaan pelat merah.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menilai minat pasar terhadap emiten pelat merah tak begitu besar. Hal ini juga terlihat dari absennya perusahaan dari keluarga BUMN yang melantai ke bursa selama dua tahun belakangan.
Alfred menjelaskan, selama beberapa tahun belakangan banyak emiten BUMN yang masuk ke pasar modal mengalami penurunan harga saham yang signifikan, padahal secara fundamental memiliki kinerja yang bagus.
“Ini memperlihatkan bahwa animo pasar terhadap BUMN nggak cukup besar,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (17/9/2020).
Dia menyebut perusahaan pelat merah terbebani oleh tanggung jawabnya kepada pemegang saham mayoritas mereka, yakni negara. Ini membuat emiten BUMN amat rentan terhadap dinamika kebijakan pemerintah.
Lebih lanjut dia mencontohkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. alias PGAS yang mau tidak mau menuruti kebijakan pemerintah untuk menunda kenaikan harga gas pada tahun lalu. Padahal, kebijakan ini tentu akan berdampak pada kinerja keuangan perseroan.
Baca Juga
“Pemerintah kan kepentingannya bukan hanya bisnis. Kayak untuk pemerintah gak masalah PGAS jadi berkurang labanya, yang penting kebijakan popularitasnya berhasil. Sementara investor publik kan invest untuk mencari keuntungannya,” ungkap Alfred.
Hal tersebut, imbuhnya, membuat daya tarik publik terhadap emiten BUMN berkurang karena melihat lebih banyak potensi di emiten swasta yang memang fokus utamanya adalah berbisnis dan memiliki lebih banyak kebebasan.
“Case lain, untuk BUMN karya banyak kesulitan cashflow karena penugasan pemerintah memberatkan. Lalu bank-bank BUMN yang didorong untuk membantu restrukturisasi kredit. Jadi animo buat emiten afiliasi pemerintah tidak terlalu tinggi,” tuturnya.
Walhasil, Alfred menilai hal ini membuat Kementerian BUMN berpikir ulang untuk membawa keluarga pelat merah ke pasar saham karena khawatir valuasi emiten BUMN tidak akan sesuai dengan kinerjanya.
“Karena BUMN juga tahu beberapa kinerja anak bumn yang IPO, meskipun performanya bagus tapi harga sahamnya turun signifikan, itu jadi pertimbangan buat Kementerian BUMN, apalagi untuk sekarang,” tambah dia.
Adapun, untuk beberapa anak BUMN yang dikabarkan bakal segera melantai, Alfred menyebut meski masih potensial tapi ada konsekuensi yang harus dihadapi seperti harga IPO yang terdiskon.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengurasi potensi harga terdiskon itu adalah dengan memperbaiki persepsi publik terhadap perusahaan BUMN, sehingga perusahaan pelat merah dapat dilihat lebih professional.
Seperti diketahui, sederet rencana penawaran umum perdana saham emiten keluarga badan usaha milik negara (BUMN) belum terealisasi hingga menjelang akhir kuartal III/2020.
Kondisi pasar modal dan makro yang kurang bersahabat sepanjang tahun ini membuat rencana melepas saham kepada publik tertunda. Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga Kamis (17/9/2020), tercatat sebanyak 46 emiten baru melantai sepanjang periode berjalan 2020.
Namun, tidak ada satu pun pendatang baru dari induk atau entitas anak badan usaha milik negara (BUMN). BEI terakhir kali kedatangan emiten baru dari keluarga BUMN pada akhir Desember 2018.