Bisnis.com, JAKARTA – Emiten yang bergerak di bidang industri produk perikanan, pertanian, dan peternakan sapi, PT Sekar Bumi Tbk. terpantau mengalami penurunan harga saham yang signifikan dalam sepekan terakhir.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, emiten berkode saham SKBM tersebut mengalami koreksi saham sebesar 13,28 persen hanya dalam dua hari perdagangan pekan ini dengan berada di level penutupan Rp300 pada Rabu (19/8/2020), merosot 46 poin dari perdagangan akhir pekan lalu.
Dalam sebulan terakhir, saham SKBM sebelumnya mengalami kenaikan cukup taham, 21,95 persen. Namun, bila dibandingkan sejak awal tahun (year to date), saham SKBM sudah turun 26,83 persen.
Apakah kinerja keuangannya sejalan dengan penurunan harga sahamnya?
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, per 30 Juni 2020, Sekar Bumi masih harus menelan rugi sebesar Rp5,41 miliar, membengkak dibandingkan rugi periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp819,44 juta.
Padahal, penjualan perseroan bertumbuh signifikan 44,4 persen secara tahunan menjadi Rp1,28 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Baca Juga
Alasan utama mengapa perseroan belum mampu mencetak kinerja yang cemerlang dari sisi laba bersih adalah ketidakmampuan perseroan untuk menekan beban pokok penjualan atau cost of good sold (COGS).
Untuk diketahui, beban pokok penjualan perseroan sudah menyerap 89,27 persen dari pendapatan pada semester pertama tahun 2020.
Hal ini kemudian diperburuk dengan kenaikan beban penjualan sebesar 24,12 persen year-on-year menjadi Rp52,47 miliar dan beban lainnya sebesar 634,57 persen year-on-year menjadi Rp18,53 miliar. Sementara, perseroan hanya memperoleh laba penjualan aset tetap sebesar Rp3,74 juta.
Di sisi lain, liabilitas perseroan berhasil menurun diakibatkan oleh nihilnya utang bank sehingga membuat total liabilitas perseroan pada periode semester satu sebesar Rp715,45 miliar.
Hal yang sama juga terjadi dari pos ekuitas, yang mana perseroan mencatatkan penurunan sebesar 8,02 persen dibandingkan periode akhir tahun menjadi Rp952,79 miliar.
Walhasil, aset perseroan ikut tergerus 8,36 persen dibandingkan periode akhir 2019 menjadi Rp1,67 triliun.