Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Seret, Laba Phapros (PEHA) Turun Hampir 50 Persen

Pendapatan penjualan turun 17 persen sedangkan laba bersih turun 43 persen. Phapros meraih pendapatan Rp453,92 miliar sedangkan laba tersisa Rp26,88 miliar pada semester I/2020.
Direktur Utama Phapros Hadi Kardoko dalam paparan publik virtual, Selasa (28/7/2020). /Ria Theresia Situmorang
Direktur Utama Phapros Hadi Kardoko dalam paparan publik virtual, Selasa (28/7/2020). /Ria Theresia Situmorang

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten farmasi PT Phapros Tbk. (PEHA) mencatatkan kinerja kurang memuaskan pada semester pertama tahun ini. Pendapatan dan laba bersih perseroan mengalami tekanan sepanjang enam bulan pertama 2020. 

Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2020, yang dipublikasikan di laman keterbukaan informasi BEI, Kamis (30/7/2020), perseroan mencatatkan penurunan penjualan 17,78 persen secara tahunan menjadi Rp453,92 miliar. Dari situ, laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga tergerus 43,71 persen secara tahunan menjadi Rp26,88 miliar.

Penurunan pendapatan tidak dapat diimbangi dengan upaya efisiensi tercermin dari beban pokok penjualan yang hanya menurun 18,44 persen menjadi Rp208,58 miliar.

Berdasarkan segmentasi, penjualan obat over the counter (OTC), obat generik bermerek dan ethical kompak mengalami penurunan berbanding terbalik dengan segmen toll-in yang mengalami pertumbuhan pada semester ini.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Phapros Heru Marsono mengatakan salah satu alasan tergerusnya laba pada periode awal tahun ini diakibatkan oleh penerapan standar akuntansi baru yakni PSAK 71.

“Penerapan PSAK 71 menjadikan piutang diluar afiliasi harus dicadangkan dengan jatuh tempo di atas 1 tahun. Kebetulan PT Rajawali Nusindo sudah tidak merupakan afiliasi sehingga piutangnya dicadangkan,” ungkap Heru dalam paparan publik perseroan, Selasa (28/7/2020).

Di sisi lain, Direktur Utama Phapros Hadi Kardoko pun mengakui pendapatan pada awal tahun sebagian besar disumbangkan oleh produk yang bukan menjadi penopang bisnis utama perseroan sekaligus juga tidak memberikan margin yang cukup tinggi.

Hadi juga menggarisbawahi kalau industri farmasi termasuk dalam sektor yang cukup terdampak mengingat produk yang dijajakan anak usaha PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) tersebut sebagian menyasar pada pasien rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit.

“Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit itu semakin kecil artinya banyak sekali pasien yang tidak berani ke rumah sakit. Hal ini membuat konsumsi obatnya pun semakin lebih kecil,” ungkap Hadi dalam kesempatan yang sama.

Kinerja yang mengecewakan tersebut terpantau berbeda dari KAEF sebagai induk usaha yang melaporkan penjualan Rp4,68 triliun, naik 3,6 persen pada semester I/2020. Dari situ, KAEF membukukan laba bersih Rp48,57 miliar, naik 1,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Di sisi lain, pergerakan saham PEHA berbanding terbalik dengan kinerja keuangannya. Dengan berkembangnya isu kerjasama uji coba vaksin Covid-19 oleh induk holding BUMN farmasi, PT Bio Farma dan Sinovac Biotech Ltd., saham PEHA juga ikut terkerek.

Jelang penutupan pasar, Selasa (4/8/2020), saham PEHA berada pada posisi stagnan di level Rp1.360, sementara sepanjang satu bulan terakhir harga saham PEHA sudah menguat 10,16 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper