Bisnis.com, JAKARTA – Reli penguatan emas diperkirakan akan terganjal oleh prospek perbaikan ekonomi pasca penerapan New Normal. Harga emas diperkirakan sulit menembus harga US$2.000 per troy ounce.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Suabi menyatakan harga emas masih akan melanjutkan reli ke level US$1.800-an seiring kekhawatiran atas pandemi virus corona yang masih meningkat.
“Memang kondisi pandemi virus corona yang tinggi akhir-akhir ini, membuat investor kembali investasi di safe haven, yakni emas dan dolar,” katanya kepada Bisnis, Minggu (5/7/2020).
Menurutnya, langkah investasi pada aset safe haven akan kembali meningkat seiring dengan proyeksi kebijakan moneter di sejumlah negara. Menurutnya, banyak negara masih mempersiapkan penambahan stimulus untuk menahan dampak pandemi.
Di Amerika Serikat misalnya, stimulus untuk tunjangan pengangguran yang berakhir pada Juni kemungkinan akan diperpanjang hingga Desember. Selain itu, pemerintah Negeri Paman Sam mempersiapkan stimulus baru untuk infrastruktur senilai US$1,5 miliar.
“Selain itu, kondisi di Inggris yang akan keluar dari Uni Eropa, serta ketegangan geopolitik akibat kebijakan China terhadap Hong Kong menjadi momok utama yang membuat emas akan melejit,” jelasnya.
Baca Juga
Dengan demikian, meski pada perdagangan terakhir harga emas di bursa Comex melemah 0,15 persen ke level US$1.787,3 per troy ounce, potensi penguatan ke depan masih terbuka lebar.
Namun, menurutnya penguatan emas akan bersifat terbatas ke mendekati kisaran US$1.800 per troy ounce pada pekan depan. Namun dalam jangka panjang dia pesimistis emas akan menyentuh level US$2.200 per troy ounce.
Dia mengatakan bahwa potensi pemulihan ekonomi kian terbuka lebar pasca penerapan kenormalan baru alias New Normal di sejumlah negara. Menurutnya, hal ini akan membuat investor mulai kembali memilih instrumen seperti obligasi dan saham dibandingkan emas.
Selain itu, dia menilai persaingan penemuan vaksin ataupun antivirus corona di dunia juga kian positif. Hal ini juga akan menumbuhkan optimisme pasar terhadap ekonomi, tetapi sekaligus melunturkan kilau emas.
“Kondisi-kondisi ini lah yang akan mengganggu emas menuju level US$2.000, kalau sudah sampai US$1.900-an saja sudah bagus sekali, karena tarik menarik virus corona dan obat penawarnya ini kuat sekali,” katanya.
Dengan demikian, dia memprediksi harga emas masih akan menguat dalam waktu terbatas. Hingga kuartal III/2020, diperkirakan harga emas dapat mendekati US$1.900 per troy ounce, tetapi pada akhir tahun akan turun ke kisaran US$1.700 per troy ounce.
Sebelumnya pada Juni 2020, Goldman Sachs menilai suku bunga acuan AS yang bisa turun ke area negatif dan yield obligasi tenor panjang yang tidak lagi menarik akan mendorong investor untuk beralih ke emas sebagai aset investasi yang aman.
Belum lagi, adanya kekhawatiran penurunan nilai mata uang dan potensi lonjakan inflasi yang juga akan menjadi katalis positif bagi harga emas.
Oleh karena itu, Goldman Sachs pun memperkirakan emas bakal mencapai rekor baru di posisi US$2.000 per troy ounce dalam 12 bulan ke depan.