Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas diperkirakan berpotensi menuju US$1.800 per ounce pada paruh kedua tahun ini atau menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2012.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan saat ini emas akan dengan mudah mencapai level US$1.795 per ounce. Angka itu merupakan harga tertinggi yang pernah dicapai oleh emas sejak 2012. Oleh sebab itu Wahyu menilai harga emas dapat menembus level tersebut pada semester II/2020.
“Untuk menuju US$1.790 saat ini akan sangat mudah. Namun untuk mingguan atau target sebulan ke depan saya rasa emas akan menguji US$1.800,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.
Wahyu menambahkan harga emas dapat memecahkan 2 rekor harga dalam waktu dekat. Bila dapat menembus US$1.795 berarti mengalahkan level tertinggi pada Oktober 2012. Capaian itu dapat menguji level tertinggi pada November 2011 US$1.801 per ounce.
Menurutnya setelah kedua level itu tertembus, maka tidak ada lagi level resistance yang signifikan. Terkecuali, menembus harga tertinggi sepanjang masa pada September 2011 US$1.919 per ounce.
Oleh sebab itu, menurut Wahyu, saat ini adalah momen yang tepat untuk berinvestasi dalam bentuk emas.
Baca Juga
Menurutnya investor akan mulai memburu emas karena beberapa faktor utama. Di antaranya adalah ancaman resesi, krisis ekonomi, dan gelombang kedua covid-19.
Namun dia menambahkan, di samping itu ancaman utamanya adalah kebijakan The Fed.
“Selama free floating rate US$ dan The Fed mencetak uang terus [harga emas akan naik],” katanya.
Adapun sentimen seperti Pemilu Amerika Serikat diperkirakan tidak akan berpengaruh banyak bagi pergerakan harga emas.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas Comex untuk kontrak Agustus 2020 terpantau melemah 2,70 poin atau 0,15 persen ke level US$1.787,30 per troy ounce pada penutupan akhir pekan lalu. Setahun lalu, 5 Juli 2019, harga emas berada di level US$577,376 per troy ounce.
Sementara itu, World Bank memperkirakan harga emas bakal lebih tinggi 14,9 persen pada tahun ini. Beberapa faktor utamanya adalah pelonggaran moneter oleh bank sentral utama, gangguan untuk menambang karena pandemic dan Swiss sebagai negara pemurnian emas telah mengurangi produksi.