Bisnis.com, JAKARTA — Maraknya investor yang berburu emas di pasar spot membuat permintaan akan emas fisik oleh pembeli ritel tradisional di China dan India menurun tajam akibat harga yang terlampau tinggi.
Seperti dilansir dari Bloomberg, arus investasi ke emas exchange traded fund (ETF) terutama di Amerika Utara dan Eropa terus mengalir deras, sejalan dengan investor yang mencari aset safe haven di tengah tekanan wabah Covid-19.
Di saat yang sama, permintaan emas di China dan India yang merupakan pasar emas batangan, emas koin, dan perhiasan terbesar di dunia terpantau sangat rendah akibat penutupan mal dan pembatasan impor akibat pandemi.
Kondisi tersebut juga diperparah oleh harga yang terus meroket, sehingga membuat minat masyarakat menurun. Buntutnya, perdagangan emas fisik sulit untuk normal kembali meski aktivitas perdagangan mulai berangsur normal.
Jika kondisi tersebut terus berlangsung, akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, sokongan terhadap kenaikan harga emas akan hilang karena arus investasi di pasar ETF turun atau, kedua, sebaliknya harga emas bisa naik lebih tinggi jika permintaan di China dan India pulih.
Head of Commodities and Portfolio Manager DWS Investment Management Americas Inc. Darwei Kung memproyeksikan investor AS dan Eropa bakal tetap tertarik pada emas, terlepas dari melemahnya permintaan di Asia.
Baca Juga
"Namun, jika pola pembelian China dan India naik seiring dengan kenaikan harga di pasar ETF, harga emas akan naik lebih tinggi lagi," papar dia seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (5/7/2020)
Berdasarkan riset Goldman Sachs, permintaan investasi akibat kekhawatiran akan gejolak pasar alias mencari aset safe haven telah berkontribusi hingga 18 persen terhadap kenaikan harga emas tahun ini.
Di sisi lain, pembelian yang lebih rendah oleh konsumen di negara berkembang menyumbang sekitar 8 persen. Adapun, pemulihan ekonomi dan pelemahan dolar berpotensi menyokong kenaikan permintaan.
Meskipun demikian, analis Commerzbank AG Carsten Fritsch menyebut kenaikan harga emas yang terus menerus tetap akan memperburuk permintaan di Asia dan membuat harga emas semakin tergantung pada investor di Barat.
Bloomberg mencatat, harga emas spot telah meningkat 17 persen tahun ini, menutup kuartal kedua dengan dengan reli terbesar dalam lebih dari empat tahun.
Bahkan pada Selasa (30/6/2020) emas berjangka di Comex mencapai level US$ 1.800 per troy ounce untuk pertama kalinya sejak 2011.
Kenaikan ini tak memberikan dorongan yang signifikan pada para investor di Asia, meskipun di saat yang sama perekonomian telah dibuka kembali. Pasalnya, lockdown membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan pelemahan ekonomi membuat masyarakat menahan pengeluaran.
Konsultan logam mulia Metals Focus Ltd. memperkirakan penurunan 23 persen untuk konsumsi perhiasan emas Cina pada 2020, sementara permintaan India diperkirakan turun 36 persen.
Sebaliknya, permintaan emas ETF melonjak karena kekhawatiran atas prospek ekonomi, peringkat negatif dan penurunan nilai mata uang setelah langkah-langkah stimulus global besar-besaran mendorong investor mencari safe haven.
Berdasarkan data Bloomberg, total kepemilikan emas fisik dalam ETF telah meningkat lebih dari 600 ton tahun ini, dan arus masuk ke pasar ETF melampaui pembelian ritel di Cina dan India pada kuartal pertama untuk pertama kalinya sejak 2009.