Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham di negara berkembang atau emerging markets lagi-lagi mencetak penguatan sepekan terbaiknya selama masa pandemi Covid-19. Berlimpahnya likuiditas dan harapan pemulihan ekonomi telah menjadi daya tarik aset-aset di negara berkembang.
Baca Juga
Pekan lalu, sejumlah indeks saham di emerging markets menguat termasuk di Indonesia dengan apresiasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,27 persen. Sementara itu, indeks MSCI Emerging Market menguat 1,5 persen.
Adapun, penguatan tersebut didorong oleh likuiditas global yang melimpah. Seiring dengan membaiknya kepercayaan diri investor, pasar di negara berkembang pun tampak menjadi tujuan utama investasi.
Strategist Rabobank di London Piotr Matys menyampaikan bahwa stimulus yang diberikan sejumlah bank sentral negara berkembang pada pekan lalu telah berhasil mengalahkan kekhawatiran investor terhadap penyebaran Covid-19 gelombang kedua. Hal itu semakin diperkuat oleh prospek meredanya tensi dagang antara AS—China.
“Yang paling penting sekarang ini adalah likuiditas sangat banyak dan harus ditempatkan. Aset di negara berkembang jelas sekali akan mendapat keuntungan,” kata Matys seperti dikutip Bloomberg, Senin (22/6/2020).
Kendati pasar keuangan mulai terlihat tahan banting belakangan ini, JPMogran Chase & Co. tetap memperingatkan investor bahwa aset di negara berkembang masih bervolatilitas tinggi. Adapun, indeks MSCI yang mengukur kinerja saham di emerging market saat ini masih berada di bawah MA-200.
“Kepercayaan diri memang sangat tinggi belakangan ini. Tapi semuanya bisa saja menguap tanpa peringatan,” imbuh Matys.
Pekan lalu, sejumlah bank sentral di negara berkembang telah memangkas suku bunga dengan harapan dapat memulihkan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Bank Indonesia memangkas suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7 DDR) menjadi 4,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir Kamis (18/6/2020). Selain itu, BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kisaran 0 persen - 1 persen dengan kemungkinan kontraksi selama setahun penuh pada 2020.
Sebelumnya, Bank Sentral Brazil juga telah memangkas suku bunga sebesar 75 bps ke level terendah sepanjang sejarah sebesar 2,25 persen untuk menopang perekonomian. Adapun, Bank Sentral Brazil masih membuka pintu untuk pemangkasan suku bunga selanjutnya.
Pemerintah China juga memberikan sinyal bahwa Bank Sentral China (PBOC) siap menggelontorkan tambahan likuiditas kepada perbankan dalam waktu dekat. PBOC sendiri menargetkan total aliran pinjaman dapat meningkat setidaknya 20 persen pada tahun ini.
Sementara itu, Bank Sentral AS (Federal Reserve) berkomitmen akan menambah likuiditas lewat pembelian obligasi korporasi di pasar sekunder. Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell pun meminta agar Kongres AS terus memberikan dukungan kepada bank sentral untuk dapat menyelamatkan ekonomi kecil dan rumah tangga.