Bisnis.com, JAKARTA – Konsumsi minyak mentah diperkirakan bakal kembali seperti sebelum wabah virus Corona menyerang. Apakah harga akan terkerek naik?
Dilansir dari Bloomberg, pedagang minyak kelas kakap Vitol SA dan Trafigura Group memperkirakan permintaan minyak bakal kembali 90 persen. Hal itu yang menyebabkan harga minyak di bursa berjangka New York naik 8 persen ke level US$39 per barrel.
Sementara itu, Vandana Hari founder Vanda Insights di Singapura mengatakan gelombang kedua virus Corona tidak akan mendorong pemerintah untuk menerapkan lockdown kedua kalinya.
“Selain itu, pasar cukup yakin negara OPEC+ bakal memperketakan pasokan ketika itu terjadi,” katanya pada Jumat (19/6/2020).
Minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik 0,5 persen menjadi US$39,04 per barel di New York Mercantile Exchange setelah naik 2,3 persen pada hari sebelumnya.
Saat ini, patokan minyak mentah telah reli lebih dari 10 persen pada bulan Juni setelah melonjak 88 persen di bulan Mei.
Baca Juga
Minyak mentah jenis Brent untuk kontrak Agustus naik 0,3 persen menjadi US$41,64 per barel di bursa ICE Futures Europe setelah naik 2 persen pada Kamis. Kontrak minyak Agustus hanya 6 sen lebih murah daripada November, dibandingkan dengan 87 sen pada akhir pekan lalu. Hal itu menunjukkan persediaan semakin menipis.
Di sisi lain, Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan harga minyak berpotensi untuk bergerak naik dalam jangka pendek. Pasalnya OPEC akan meningkatkan target dari tingkat kepatuhan pengurangan produksi yang didukung oleh Irak dan Kazakhstan.
“Namun, kenaikan berpotensi terbatas jika pasar kembali cemaskan outlook perlambatan permintaan karena penyebaran Covid-19 serta tidak diperpanjangnya waktu pengurangan produksi yang sebesar 9,7 juta barel per hari setelah bulan Juli,” katanya.
Menurutnya, harga minyak bakal menguji level resisten pertama US$39,70 sebelum menguji level selanjutnya di US$40,60.