Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terimbas Covid-19, Proyek Hilirisasi Emiten Tambang Terancam Meleset dari Target

Proyek smelter yang dirancang tiga emiten pertambangan terancam luncas atau luput dari target akiba dampak pandemi Covid-19. Pandemi membuat emiten sulit mendatangkan pekerja hingga mengadang proses negosiasi dengan calon investor
Smelter timbal PT Kapuas Prima Coal Tbk./kapuasprima.co.id
Smelter timbal PT Kapuas Prima Coal Tbk./kapuasprima.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah rencana proyek hilirisasi milik emiten pertambangan dalam negeri terancam meleset dari target akibat sejumlah faktor yang dipicu oleh pandemi Covid-19. Proyek terancam mundur karena kekurangan tenaga kerja hingga kesulitan mencari investor.

Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk. Bernardus kebijakan sejumlah negara untuk membendung penyebaran virus membuat mobilitas pekerja, terutama pekerja asing terhambat. Dia mengungkapkan, penutupan bandara di sejumlah negara juga membuat perseroan kesulitan untuk bernegosiasi dengan calon investor sehingga belum ada keputusan final.

“Walaupun proyek itu ada sedikit kendala karena  limitasi dalam traveling, kami terus berdiskusi tentang key term sheet untuk memenuhi target FID [final investment decision] pada kuartal I/2021,” ujar Bernardus kepada Bisnis, Senin (15/6/2020).

Bernardus menerangkan, profil proyek juga menjadi aspek penting agar investor tertarik menanamkan modal di proyek smelter yang berlokasi di Pomalaa dan Bahodopi. Dia menyebut, perseroan harus memastikan proyek ini memiliki return yang memadai bagi investor. Hal ini antara lain disebabkan pinjaman dari perbankan untuk pembiayaan proyek ini terbatas. 

Untuk diketahui, INCO berencana untuk membangun  smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tengah dan smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tenggara yang konstruksinya masing-masing diharapkan rampung pada 2025 dan 2024.

Adapun, proyek Pomalaa diperkirakan membutuhkan  investasi sekitar US$2,5 miliar sedangkan proyek Bahodopi membutuhkan US$1,5 miliar. Namun, Bernardus menjelaskan bahwa kedua proyek itu masih dalam tahap studi kelayakan sehingga angka final total investasi dapat berubah dan dipastikan saat FID.

Sementara itu, penyelesaian proyek penghiliran milik emiten pertambangan logam, PT Kapuas Prima Coal Tbk., tertunda akibat keterbatasan tenaga kerja untuk meneruskan proyek tersebut.

Direktur Kapuas Prima Coal Hendra Susanto mengatakan bahwa adanya penerapan kebijakan lockdown di negara asal tenaga ahli sehingga tidak dapat bekerja di Indonesia dan penundaan pun tidak dapat dihindari.

“Akan tetapi perseroan akan terus memonitor kondisi  sampai kembali normal, dan akan kami kejar keterlambatan karena pandemi,” ujar Hendra kepada Bisnis.

Hingga saat ini, perseroan belum dapat memperkirakan target waktu uji coba komersial terhadap proyek-proyek tersebut mengingat pandemi Covid-19 masih berlangsung dan telah menjadi tantangan bisnis lebih lanjut.

Sebelumnya, pengoperasian pabrik pemurnian konsentrat timbal itu ditargetkan antara Kuartal II/2020 hingga Kuartal III/2020.

Untuk diketahui, emiten berkode saham ZINC itu memiliki dua proyek penghiliran yaitu proyek smelter pemurnian timbal di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah dan pemurnian seng.

Menurut Hendra, smelter pemurnian timbal mili  perseroan saat ini akan masuk ke tahap commissioning, yaitu satu tahap sebelum akhirnya uji coba produksi secara komersial. Smelter konsentrat timbal tersebut nantinya akan memproduksi maksimal 40.000 ton konsentrat per tahun untuk memproduksi 20.000 ton metal timbal per tahun.

Kemudian, ancaman penundaan proyek hilirisasi juga dialami oleh emiten tambang berpelat merah, PT Bukit Asam Tbk., yaitu untuk proyek gasifikasi yang akan dilakukan di kawasan Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) Tanjung Enim, Sumatra Selatan.

Direktur Operasi dan Produksi Bukit Asam Hadis Surya mengatakan bahwa perseroan tengah mengevaluasi secara keseluruhan rencana proyek gasifikasi batu bara. Sebelumnya, pabrik ini diharapkan dapat beroperasi komersial pada 2025.

“Akibat Covid-19 rencana ini berpotensi jadi mundur dan sekalian dievaluasi untuk prioritasnya. Jadi, bisa DME atau bisa juga Methanol yang duluan dikerjakan,” ujar Hadis kepada Bisnis.

Kendati demikian, Hadis belum mau menjelaskan secara terperinci faktor dan detail penundaan proyek penghiliran batu bara yang bekerja sama dengan Air Products tersebut.

Adapun, total investasi antara emiten berkode saham PTBA itu dan Air Products untuk pengembangan gasifikasi ini adalah US$2 miliar. Nantinya, Air Products bertindak sebagai investor di bisnis Upstream dan Downstream.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper