Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cukup positif sepanjang Mei dikhawatirkan tidak akan berlanjut pada Juni akibat potensi aksi profit taking investor menguat.
Sepanjang Mei, IHSG sempat terkoreksi cukup dalam setelah menguat 3,91 persen sepanjang April. Namun, menjelang hari terakhir bulan ini, IHSG cenderung menguat terhadap level penutupan bulan lalu.
Hingga penutupan Jumat (29/5/2020), perdagangan terakhir Mei 2020, IHSG terpantau mengalami penguatan sebesar 0,79 persen secara harian. IHSG bergerak ke level 4.753,61, lebih tinggi daripada posisi terakhir pada akhir April 2020 di level 4.716,4.
SVP Research PT Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menyatakan bahwa kinerja IHSG sepanjang Mei ditopang oleh masuknya investor asing ke saham-saham di sektor perbankan.
Sektor ini, menjadi menarik untuk investor karena valuasinya yang sempat turun cukup dalam. Hal ini kemudian membuat saham-saham di sektor kemudian mulai berbalik positif mulai pekan ketiga dan keempat bulan ini.
“Karena faktor valuasi saham di sektor perbankan paling lagging, maka PER [price equity ratio] terdepresiasi paling banyak, sudah merefleksikan penurunan EPS [earning per share] growth 30 persen-40 persen,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (29/5/2020).
Baca Juga
Membaiknya kinerja saham perbankan, lanjutnya, juga diiringi oleh perbaikan di sektor aneka industri. Saham di sektor tersebut, seperti PT Astra International Tbk. kemudian menguat lantaran adanya angin segar dari wacana normal baru.
Kondisi ini yang kemudian menjadi motor penguatan IHSG hingga 30 persen dan meninggalkan level terendah pada Maret di kisaran 3.880. Namun, dia menilai penguatan agresif tersebut justru menjadi sinyal bahaya untuk periode Juni karen PER IHSG juga ikut naik sekitar 30 persen.
Dia menilai, kondisi dari kenaikan yang relatif cepat itu mengakibatkan IHSG sulit melanjutkan penguatan dan menembus level 4.850. IHSG justru rentan terkoreksi ke bawah 4.500 karena masih dibayang-bayangi oleh potensi pemburukan kinerja pertumbuhan emiten pada kuartal II/2020.
Selain itu, dia menilai posisi IHSG yang akan rentan koreksi ke depannya akan disebabkan oleh data-data makroekonomi Indonesia. Dengan ekspektasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) turun 2 persen pada kuartal II/2020, laju penguatan IHSG akan semakin terbatas.
“Dengan kondisi tersebut, investor akan cenderung profit taking dalam menyambut periode Juni, karena pembukaan kembali ekonomi Indonesia dengan normal baru sudah ter-priced in,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengatakan bahwa investor tetap dapat memanfaatkan momentum saat ini untuk melakukan menambah portofolio saham. Dia merekomendasikan buy on weakness (BOW) untuk beberapa emiten di sektor perkebunan, aneka industri, perbankan, dan manufaktur.
“Di sektor sawit LSIP, sementara untuk aneka industri ada ASII. Perbankan ada BBRI, BMRI, dan BBNI, sedangkan di sektor metal INCO. Semuanya rekomendasi BOW,” jelasnya.