Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus Rp405,1 Triliun Belum Bikin Pasar Pede, IHSG Merah

Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan perdananya April 2020. Awalnya, indeks sempat menguat dan menyentuh level tertinggi 4.627,418 pada awal sesi perdagangan, Rabu (1/4/2020).
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (31/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (31/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Total tambahan belanja dan pembiayaan senilai Rp405,1 triliun dalam APBN 2020 untuk penanggulangan COVID-19 belum meningkatkan kepercayaan diri para pelaku pasar. Ketidakpastian yang masih tinggi akibat belum terbendungnya penyebaran pandemik masih membuat para pelaku pasar wait and see.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan perdananya April 2020. Awalnya, indeks sempat menguat dan menyentuh level tertinggi 4.627,418 pada awal sesi perdagangan, Rabu (1/4/2020).

Optimisme sempat membuncah saat IHSG mampu menghijau meski Bursa Amerika Serikat (AS) kembali rontok pada sesi perdagangan, Selasa (31/3/2020), waktu setempat. Indeks S&P 500 terkoreksi 1,60 persen dan Indeks Dow Jones terkoreksi 1,84 persen.

Stimulus yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo sempat digadang-gadang akan memberikan kepercayaan diri kepada para pelaku pasar. Pemerintah menyebut total tambahan belanja dan pembiayaan senilai Rp405,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk penanganan COVID-19.

Namun, pergerakan IHSG ambles pada paruh kedua perdagangan. Indeks pun mengakhir perdagangan dengan koreksi 1,61 persen atau 72,893 poin ke level 4.446,037 pada penutupan, Rabu (1/4/2020).

Total nilai transaksi perdagangan senilai Rp7,29 triliun. Tercatat, 129 saham menguat, 267 terkoreksi, dan 130 stagnan.

IHSG telah mengalami koreksi 29,11 persen secara year to date (ytd). Investor asing telah mencetak net sell atau jual bersih Rp10,39 triliun sepanjang periode tersebut.

Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai bahwa pasar merespons baik stimulus yang diberikan pemerintah Indonesia untuk penanganan COVID-19. Namun, para pelaku pasar menyadari bahwa kucuran stimulus itu tidak akan meningkatkan pertumbuhan dari target awal tahun.

“Intinya kan yang dilihat dari sisi demand. Stimulus tersebut tetap tidak dapat meningkatkan demand karena dibatasi risiko pandemik,” jelasnya, Rabu (1/4/2020).

Dia mencotohkan bisnis perhotelan yang akan mengalami gagal bayar lalu ditalangi oleh pemerintah. Kondisi itu bukan berarti hotel tersebut menjadi untung karena tidak adanya kedatangan turis.

“Jadi, problemnya di sisi demand, sehingga stimulus ini lebih bersifat untuk survival,” paparnya.

Frederik menyebut saat ini fokus para pelaku pasar lebih kepada penanganan pandemik. Artinya, apabila penyebaran COVID-19 dapat dibendung makan baru akan muncul kepercayaan diri para investor.

Sementara itu, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai dampak langsung dari pemberian stimulus terhadap pasar belum terlalu terlihat. Pasalnya, para pelaku pasar saat ini lebih mengkhawatirkan kian meningkatnya jumlah pasien yang terkena COVID-19.

Reza menjelaskan bahwa pelaku pasar mencermati stimulus akan meningkatkan beban APBN. Di tengah kondisi itu, investor menanti upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah.

“Kondisi pasar dalam beberapa hari ini naik engga, tetapi turun tajam juga belum. Pelaku pasar masih wait and see,” jelasnya.

Pada Rabu (1/4/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan tiga skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia karena imbas penyebaran COVID-19.

Pertama, asumsi dalam APBN 2020 ekonomi diproyeksi tumbuh 5,3 persen dengan asumsi harga minyak dunia US$62 per barel, nilai tukar Rp14.400 per dolar AS dan inflasi 3,1 persen.

Kedua, skenario ekonomi berat dengan proyeksi pertumbuhan 2,3 persen, harga minyak dunia US$38 per barel, nilai tukar rupiah Rp17.500 per dolar AS, dan inflasi 3,9 persen.

Ketiga, skenario ekonomi sangat berat dengan proyeksi pertumbuhan minus 0,4 persen, harga minyak dunia US$31 per barel, inflasi 5,1 persen, dan nilai tukar mencapai Rp20.000 per dolar AS.

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menilai pasar cukup menyambut baik rencana stimulus Rp405 triliun yang akan dikeluarkan pemerintah untuk membantu rakyat dan menstimulus ekonomi. Namun, faktor sentimen global dari dampak penyebaran COVID-19 membuat IHSG masih bergerak zig-zag.

“Jadi untuk saat ini memang masih sangat sulit untuk melakukan aksi karena berita yang muncul dari pasar global juga masih memberikan sinyal yang mixed, Dow Jones Futures yang saat negatif di pagi hari bisa berubah menjadi positif dan juga sebaliknya,” tuturnya.


LANGKAH INVESTOR

Frankie menyarankan agar investor tetap memiliki cadangan kas yang memadai. Namun, hal itu bukan berarti tidak melakukan investasi.

“Pada saat ini yang membedakan investor yang akan sukses adalah dalam hal money management,” imbuh dia.

Dalam riset yang dipublikasikan, Selasa (31/3/2020), Analis PT Kresna Securities Etta Rusdiana Putra menjelaskan bahwa level terendah indeks harga saham gabungan (IHSG) saat ini adalah 3.911. Posisi itu lebih rendah 2,2 persen dari batas bawah yang disampaikan sebelumnya di level 4.000.

Etta menjelaskan bahwa dalam sejarahnya stimulus fiskal dan moneter menjadi sumber bull-run indeks. Pada 2008, pasar berubah menjadi bullish setelah Bank Sentral dan pemerintah memberikan stimulus pemotongan suku bunga, quantitative easing, pemberian subsidi, dan pelebaran defisit.

Namun, dia menyebut saat ini ketidakpastian durasi COVID-19 membuat orang masih ragu terhadap keberlanjutan penguatan IHSG. Padahal, diskon IHSG saat ini cukup dalam.

Etta menyebut menemukan momentum yang sempurna untuk masuk ke pasar adalah idaman semua orang. Namun, meskipun memiliki akurasi dalam memprediksi timing ideal, belum tentu mendapatkan volume yang sesuai dengan harapan karena bid atau offer saat pasar bearish cenderung tipis.

“Lantas, bagaimana cara untuk memprediksi akhir dari bear market? salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah mempelajari pergerakan masa lalu. Jika mengacu pada krisis IHSG sejak 2008, pola reversal yang paling sering muncul adalah pola double bottom,” tulisnya dalam riset.

Dia menjelaskan bahwa level 3.900—4.000 menjadi support IHSG hingga Mei 2020 menurut pendapat Kresna Securities. Pola double bottom biasanya terbentuk selama 2 bulan—3 bulan.

Pada tahap ini, lanjut Etta, IHSG tidak harus menyentuh level terendah sebelumnya. Artinya, kemungkinan untuk naik lebih besar jika membentuk higher-low dibandingkan dengan kemungkinan untuk turun.

“Kami melihat tekanan jual saat ini menjadi basis untuk kembali melakukan positioning jangka panjang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper