Bisnis.com, JAKARTA—Kabar guyuran dana Rp405,1 triliun untuk menangani pandemi COVID-19 hanya mampu menghijaukan indeks harga saham gabungan (IHSG) di sesi I perdagangan hari ini. Dengan kondisi yang masih dinamis, investor punya kesempatan untuk menilik kembali portofolionya.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan perdananya April 2020. Awalnya, indeks sempat menguat dan menyentuh level tertinggi 4.627,418 pada awal sesi perdagangan, Rabu (1/4/2020).
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai dampak langsung dari pemberian stimulus terhadap pasar belum terlalu terlihat. Pasalnya, para pelaku pasar saat ini lebih mengkhawatirkan kian meningkatnya jumlah pasien yang terkena COVID-19.
Reza menjelaskan bahwa pelaku pasar mencermati stimulus akan meningkatkan beban APBN. Di tengah kondisi itu, investor menanti upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah.
“Kondisi pasar dalam beberapa hari ini naik enggak tetapi turun tajam juga belum. Pelaku pasar masih wait and see,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (1/4/2020).
Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan pergerakan pasar akan sangat bergantung pada upaya pemerintah untuk menangani pandemi. Menurutnya, kontrol untuk mengatur pasar sudah berjalan dengan baik. Namun, sentimen tak hanya datang dari dalam negeri melainkan tekanan dari eksternal yang juga terdampak virus corona.
Baca Juga
“Pasar fokus utama ke corona. Sudah ada auto reject, trading halt, kita turun lebih sedikit dibanding bursa lain,” katanya.
Pelemahan juga dialami indeks saham lain di Asia Tenggara, seperti FTSE Straits Times Singapura (-1,7 persen), indeks FTSE KLCI Malaysia (-1,77 persen), dan SET 50 Thailand (-1,52 persen).
Secara keseluruhan, bursa Asia tertekan bersama bursa Eropa dan futures indeks S&P 500 akibat memburuknya data penyebaran Covid-19 di AS dan peringatan yang disampaikan Presiden Donald Trump.
Ilustrasi pergerakan IHSG secara tahun berjalan (Bloomberg)
Sementara itu, di pasar obligasi imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun menunjukkan penguatan. Yield SUN tenor 10 tahun yang sebelumnya telah beranjak turun ke 7,99% kembali menguat ke 8,03%. Artinya, yang tergambar pada pasar saham juga terjadi di pasar obligasi.
Terdapat beberapa penyebab, penguatan yield di antaranya penurunan permintaan dan penurunan harga sehingga meningkatkan yield. Selain itu, besarnya yield juga mencerminkan risiko yang meninggi. Dengan demikian, bila kondisi pasar bearish, investor cenderung menghindari aset berisiko.
Di pasar mata uang, nilai tukar rupiah ikut tergelincir ke zona merah dan ditutup melemah 140 poin atau -0,86 persen ke level Rp16.450 per dolar AS, setelah mampu terapresiasi 27 poin dan berakhir di posisi 16.310 pada Selasa (31/3/2020).
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja mengatakan tujuan investasi akan mendorong keragaman instrumen yang dipilih. Dalam kondisi pasar yang bergejolak, penting untuk mengevaluasi portofolio sehingga tak mengganggu rencana jangka panjang.
“Inilah yang membuat kita harus melakukan review atas investasi kita. Belum lagi, ada juga kondisi dimana tujuan dan jangka waktu investasi tidak berubah, tetapi terjadi kondisi luar biasa di pasar finansial yang yang berpotensi mengganggu tujuan keuangan,” ujarnya dalam hasil risetnya.
Freddy mencontohkan kondisi pasar saham secara tahun berjalan terkoreksi cukup dalam. Adapun, hingga saat ini koreksi mencapai 29,11%.
Penurunan IHSG secara tidak langsung dapat mempengaruhi target awal atau tujuan investasi dan inilah saat yang tepat untuk harus segera melakukan review atas portofolio investasi yang dimiliki.
“Lalu kapan waktu yang tepat untuk melakukan review portofolio? Dalam kondisi normal, jangka waktu ideal untuk melakukan review bisa dilakukan setiap tahun. Namun di kondisi seperti ini, review portofolio bisa dilakukan dalam waktu tiga bulan,” tuturnya.
Pertama-tama, tambahnya, investor harus melihat bagaimana posisi diversifikasi investasi yang dimiliki. Misalnya portofolio awal memilih 50% saham dan 50% obligasi, tetapi dengan berjalannya waktu dan volatilitas pasar, ternyata saat ini portofolio sudah berubah menjadi 30% saham & 70% obligasi, karena terjadi penurunan cukup besar di pasar saham.
Dia menyarankan agar investor harus menambah porsi saham atau memindahkan sedikit porsi obligasi supaya komposisi portofolio kembali sesuai dengan awal yang dikehendaki oleh investor.
Selain itu, Freddy mengingatkan review portofolio tidak hanya penting dilakukan ketika kondisi pasar sedang gonjang-ganjing. Saat kondisi pasar sedang bullish pun bisa saja portofolio investasi berubah. Misalnya dalam contoh yang sama, bisa saja porsi sahamnya yang meningkat pesat sehingga tidak lagi seimbang.