Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak diperdagangkan di bawah level US$30 per barel dipicu oleh sentimen penyebaran virus corona atau covid-19 yang dapat menekan permintaan bahan bakar pada saat pasokan minyak mentah tengah melonjak.Posisi harga minyak saat ini merupakan yang terendah sejak 2016.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (18/3/2020) hingga pukul 10.51 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak April 2020 di bursa Nymex bergerak menguat 0,48 persen menjadi US$27,08 per barel, setelah sempat melemah hingga menyentuh US$26,2 per barel.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 di bursa ICE bergerak menguat 1,36 persen ke level US$29,12 per barel, setelah sempat jatuh ke level US$28,4 per barel.
Analis Monex Investindo Futures Andian mengatakan dalam publikasi risetnya bahwa harga minyak berpotensi bergerak lebih rendah seiring dengan langkah beberapa negara membatasi perjalanan. Pembatasan dilakukan sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran virus corona, yang juga menjadi tambahan tekanan bagi permintaan bahan bakar.
“Harga minyak berpotensi turun menguji support US$24,80 hingga US$25,50 per barel bila harga menembus ke bawah level US$26,60 per barel. Sebaliknya, jika naik ke atas level US$27,75 per barel, berpeluang menguji resisten US$$28,80 hingga US$30,30 per barel,” tulis Andian dalam publikasi laporan yang dikutip Bisnis, Rabu (18/3/2020).
Senada, Analis Riset Energi Raymond James & Associates Inc Pavel Molchanov mengatakan sentimen penyebaran virus corona menjadi gangguan dramatis bagi pasar minyak dan belum pernah terjadi sebelumnya. Krisis kali ini menjadi kejutan terburuk terhadap permintaan global dalam sejarah modern.
“Lockdown di seluruh dunia saja akan cukup memicu bearish untuk pasar minyak. Ditambah runtuhnya OPEC+, keduanya menciptakan kombinasi racun yang luar biasa,” ujar Pavel seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (18/3/2020).
Goldman Sachs Group Inc. mengatakan konsumsi minyak dapat turun 8 juta barel per hari dan memangkas perkiraan minyak Brent untuk kuartal kedua menjadi ke level US$20 per barel. Standard Chartered Plc pun memprediksikan harga minyak akan jatuh lebih dalam dari US$20 per barel pada kuartal berikutnya.
Adapun, penurunan permintaan bertepatan dengan membanjirnya pasokan karena Arab Saudi dan Rusia terlibat dalam perang harga. Mizuho Securities Llc. memperingatkan harga minyak mentah bisa menjadi negatif pertengkaran dua negara itu akan membanjiri pasar dengan pasokan.
Ketidakstabilan itu pun telah mendorong Irak untuk meminta OPEC mengadakan pertemuan Komite Pengawasan Menteri Bersama untuk mempertimbangkan langkah menyeimbangkan kembali pasar minyak global.