Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Laju Emiten Swasta di Proyek Lebuh Raya

Di sektor jalan tol, peran swasta, termasuk perusahaan terbuka masih minim.
Pekerja menyelesaikan pembangunan jalan tol Serpong-Cinere di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/2/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pekerja menyelesaikan pembangunan jalan tol Serpong-Cinere di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/2/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pembangunan infrastruktur yang masih menjadi salah satu fokus pemerintah dalam lima tahun ke depan dinilai menjadi potensi besar bagi emiten infrastruktur,, tak terkecuali para emiten swasta.

Mengutip Riset Maybank Kim Eng Sekuritas, setidaknya terdapat rencana penambahan 30 lebuh raya atau jalan bebas hambatan baru di Jawa dengan total panjang 2.194 kilometer. Proyek tersebut bakal menelan biaya sedikitnya Rp398,95 triliun.

Sejauh ini, perusahaan pelat merah memang masih mendominasi pasar pengusahaan jalan tol sementara swasta masih minoritas. Dari seluruh jalan tol operasi, Jasa Marga menguasai pangsa 60 persen sedangkan tiga entitas swasta hanya menguasai pangsa 15 persen.

Sedikitnya ada tiga emiten yang berkecimpung di bisnis pengusahaan jalan tol, yaitu  PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META), PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP), dan PT Astra International Tbk. (ASII) melalui lini usaha Astra Infra.

Bisnis infrastruktur bukanlah lini usaha yang gampang. Modal besar dan waktu pengembalian investasi yang panjang membuat pemain di infrastruktur tidaklah banyak. Sebagai gambaran, Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) pernah melansir, setiap proyek jalan tol rata-rata membutuhkan waktu tujuh tahun agar operasional mencetak arus kas positif. Sebelum itu, arus kas boleh dibilang berdarah-darah. 

Head of Corporate Communication Astra International Boy Kelana mengatakan bahwa perseroan mengalokasikan belanja modal dan investasi dengan nilai Rp20 triliun - Rp25 triliun. Alokasi belanja modal tersebut bakal banyak diserap untuk kebutuhan bisnis alat berat, otomotif, dan infrastruktur.

Hingga saat ini, pihaknya masih enggan menyampaikan target penambahan ruas tol pada tahun ini. Perseroan akan bersikap selektif dalam memilih ruas tol baru untuk memastikan keterlibatan Astra dapat berlangsung secara berkelanjutan.

“Intinya kami sangat terbuka dengan segala kesempatan yang ada, jadi tidak menutup kemungkinan apapun yang ada di wilayah jalan tol dan bisa kami masuki, istilahnya kalau ada yang menarik lewat kami harus tangkap itu,” jelasnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Langkah Astra mengakuisisi jalan tol dari perusahaan pelat merah dinilai sebagai preseden penting bagi para pemain swasta. Presiden Direktur Nusantara Infrastructure M. Ramdani Basri mengatakan hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar jalan tol semakin terbuka.

Emiten berkode saham META ini juga telah melakukan langkah serupa pada 2018, saat mengakuisisi 10 persen saham PT Jasa Marga (Persero) di PT Jakarta Lingkar Baratsatu (JLB), lewat anak usaha PT Margautama Nusantara. Kini perseroan menggenggam 35 persen saham JLB.

Meski begitu, dia mengatakan bahwa besarnya kue infrastruktur jalan tol yang tersedia juga menghadirkan tantangan bagi para pemain swasta. Pasalnya, jumlah para pemain swasta masih sangat sedikit untuk menggarap kue yang besar itu.

“Nah ini sebetulnya positif, ekonomi akan berjalan berputar. Masalahnya sekarang kuenya besar tetapi pemainnya sedikit, untuk kita menguntungkan karena dapat pekerjaan sekarang gampang, dulu itu hanya solicited, sekarang unsolicited bisa, 39 proyek tol saat ini, swasta yang bergerak,” jelasnya.

Kata Analis

Lantas bagaimana prospek saham emiten yang bergelut di bisnis jalan tol?

Analis Valbury Sekuritas Indonesia Budi Rustanto dan Devi Harjoto optimistis rencana Astra untuk menambah portofolio jalan tol akan tercapai tahun ini. Valbury Sekuritas menetapkan rekomendasi beli untuk saham ASII dengan target harga Rp7.500 per saham. Saham ASII yang diperdagangkan pada level 10,1 PER berada dinilai berada dalam posisi undemanding.

Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai target portofolio tol Astra hingga 2021 justru menjadi sentimen negatif. Menurutnya, belum tercapainya hal membuat investor cenderung wait and see.

Sementara itu, peluang divestasi jalan tol oleh perusahaan BUMN juga kian terbuka lebar. Namun, emiten swasta akan tetap selektif dalam memilih tol-tol yang akan diakuisisi.

“Emiten swasta akan melihat tingkat congestion pada tol tersebut, semakin ramai maka semakin bagus. Seberapa kuat balance sheet juga akan menentukan, yang penting jangan sampai arus kas negatif. Kalau dalam masa sulit, efisiensi diperlukan,” ujarnya.

Geser gambar untuk informasi detail

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper