Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Obligasi Indonesia Paling Seksi

Imbal hasil obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun tercatat masih menjadi yang paling tinggi di Asia, bahkan di atas India, China, dan Malaysia.
ILUSTRASI OBLIGASI. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI OBLIGASI. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA—Pasar surat utang negara Indonesia kian seksi. Selain imbal hasil obligasi RI terus jadi yang paling tinggi di Asia, penurunan suku bunga acuan membuat pasar makin bersinar.

Berdasarkan data Bloomberg per Jumat (21/2/2020), dibandingkan dengan negara-negara di Asia, imbal hasil obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun masih menjadi yang paling tinggi, bahkan di atas India, China, dan Malaysia.

Di sisi lain, sepanjang tahun berjalan, yield surat utang negara-negara di Asean kompak alami penurunan. Indonesia menjadi negara dengan penurunan terbesar, diikuti oleh Vietnam dan Thailand.

Menurut data Asian Bonds Online hingga Kamis (20/2/2020), Indonesia menduduki posisi teratas dengan tingkat penurunan paling besar yakni 54,4 basis poin ke posisi 6,52 persen, sedangkan Vietnam turun 53,6 bps dan Thailand turun 38,8 bps.

Selanjutnya, Thailand turun 38,8 bps, Malaysia 37,4 bps, sedangkan Filipina dan Singapura kompak turun tipis 8,3 bps. Sementara itu negara lainnya di Asia juga sama-sama mengalami penurunan seperti Hongkong yang turun 44,8 bps, China 26 bps, Korea Selatan 14,2 bps, serta Jepang 2,8 bps.

Associate Direktur of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyebut hal tersebut menjadi poin yang penting karena akhirnya pasar obligasi Indonesia dapat terus mengalami penurunan imbal hasil.

Apalagi, tambahnya, baru-baru ini Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps, sehingga memberikan dorongan yang lebih besar kepada pasar obligasi untuk bisa mengalami kenaikkan kembali. 

Dia optimistis tahun ini yield obligasi khususnya untuk tenor 10 tahun masih berpotensi untuk kembali mengalami penurunan dengan rentang 6,3 persen—6,4 persen.

“Apabila situasi dan kondisi didukung oleh capital inflow yang lebih besar nantinya, mungkin akan bisa berada di bawah 6,3 persen,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (23/2/2020).

Jika hal tersebut terjadi dan imbal hasil obligasi terus mengalami penurunan, Nico menyebut ini akan menjadi korelasi positif bagi nilai credit default swap (CDS) Indonesia yang juga diharapkan ikut turun.

“Ketika nilai CDS kita mengalami penurunan, tentu resiko berinvestasi di Indonesia semakin kecil, hal ini lah yang mendorong capital inflow juga bisa bertambah lebih besar,” tambahnya.

Di antara negara Asia lainnya, Nico menilai kondisi pasar obligasi Indonesia saat ini menarik, terutama bagi negara-negara tertentu. Namun, masih sedikit terganjal oleh ketidakpastian global yang masih membayang.

“Pertanyaannya adalah, antara menarik dengan ketidakpastian global saat ini lebih berat mana? Selama ketidakpastian global belum hilang, tentu capital inflow juga akan terhalang,” ujar dia.

Meskipun demikian, secara umum obligasi memang jadi salah satu yang paling menarik bagi investor. Sejak awal tahun, investor asing yang keluar dari saham menggeser kepemilikkan saham mereka dengan surat utang karena potensi keuntungan yang lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper