Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan semen di pasar domestik diperkirakan hanya akan tumbuh sekitar 3 persen pada tahun ini. Hal ini membuat analis merevisi proyeksi target harga dan kinerja sejumlah emiten semen menjadi lebih rendah.
Analis PT Ciptadana Sekuritas Asia Fahressi Fahalmesta mengatakan bahwa biasanya permintaan semen di pasar domestik selalu tumbuh setelah tahun politik. Secara historis, penjualan setelah tahun politik selalu mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2010, pertumbuhan konsumsi semen mencapai 6,3 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2009 sebesar 0,7 persen. Adapun, pada 2015, konsumsi semen meningkat 3,9 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2014 sebesar 3,3 persen.
Sementara itu, pada tahun lalu pertumbuhan konsumsi semen hanya 0,4 persen secara tahunan. Dia mengatakan bahwa siklus pasca-tahun politik diperkirakan akan kembali terjadi. Namun, kali ini pertumbuhannya akan lebih rendah, sekitar 3 persen.
Dia juga memperkirakan tingkat utilisasi pabrik semen di Indonesia masih akan rendah pada tahun ini, atau tetap di bawah 70 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kapasitas produksi menjadi 117 juta —119 juta ton karena adanya pabrik baru.
Dengan proyeksi tersebut, Fahressi mengubah proyeksi untuk beberapa emiten semen di dalam negeri. Dia menetapkan proyeksi pendapatan lebih tinggi untuk PT Semen Indonesia Tbk. (SMGR) pada 2021 dan 2022, masing-masing menjadi Rp43 triliun dan Rp45,6 triliun. Adapun, proyeksi laba bersih perseroan diperkirakan mencapai Rp2,9 triliun pada 2020. Namun, proyeksi laba bersih perseroan pada 2021 disapih 3,3 persen menjadi Rp3,4 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) diperkirakan akan mencapai Rp16,6 triliun pada 2020 dan Rp17,7 triliun pada 2021. Proyeksi ini lebih rendah daripada proyeksi sebelumnya karena perseroan dinilai akan menghadapi persaingan cukup ketat dalam mempertahankan pangsa pasarnya.
Dibandingkan SMGR, Fahressi menetapkan perubahan proyeksi laba bersih yang lebih tinggi. Pada 2020, laba bersih perseroan diperkirakan akan mencapai Rp1,6 triliun lebih rendah 9,7 persen dari proyeksi sebelumnya. Adapun, pada 2021, proyeksi laba perseroan adalah Rp1,79 trilliun, lebih rendah 20,4 persen dari proyeksi sebelumnya.
Hal ini membuat target harga yang ditetapkan untuk dua emiten tersebut menjadi lebih rendah. Dia masih menetapkan rekomendasi beli untuk SMGR dengan target harga Rp15.100, turun dari target sebelumnya Rp15.900. Sementara itu, untuk INTP dia merekomendasikan hold dengan target harga diturunkan dari Rp21.000 menjadi Rp17.000.
“Kami mempertahankan SMGR sebagai top picks di sektor ini karena memiliki potensi pertumbuhan pendapatan dan tingkat utilisasi yang lebih tinggi. Selain itu, perseroan memiliki kemampuan untuk meningkatkan efisiensi dengan implementasi strategi baru, didorong oleh lokasi pabrik yang berbeda-beda,” jelasnya dalam riset, dikutip pada Rabu (19/2/2020).
Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), total konsumsi semen domestik pada Januari mencapai 5,19 juta ton, turun 7,5 persen. Adapun, total ekspor semen dan klinker pada periode yang sama mencapai 0,35 juta ton, naik 40 persen dari Januari tahun lalu.