Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan pasar saham Jepang berlanjut pada perdagangan hari ini, Senin (17/2/2020), pascarilis laporan pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan sehingga menambah kekhawatiran soal resesi di tengah meluasnya wabah virus corona (Covid-19).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix berakhir di level 1.687,77 dengan pelemahan 0,89 persen atau 15,10 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Jumat (14/2/2020), Topix berakhir di posisi 1.702,87 dengan koreksi 0,60 persen atau 10,21 poin, penurunan hari kelima berturut-turut.
Sejalan dengan Topix, indeks Nikkei 225 ditutup di level 23.523,24 dengan pelemahan 0,69 persen atau 164,35 poin, setelah berakhir di level 23.687,59 dengan koreksi 0,59 persen pada Jumat (14/2).
Dari 225 saham yang diperdagangkan pada indeks Nikkei pada Senin (17/2), 46 saham berhasil menguat, 168 saham melemah, dan 11 saham lainnya stagnan.
Saham Fast Retailing Co. Ltd. dan Advantest Corp. yang masing-masing terkoreksi 1,51 persen dan 2,55 persen menjadi penekan utama pelemahan Nikkei 225 hari ini.
Dilansir dari Bloomberg, ekonomi Jepang dinyatakan mengalami penurunan terburuk dalam lebih dari lima tahun akibat terdampak kenaikan pajak penjualan dan lesunya permintaan.
Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Sakura menyusut dengan laju tahunan 6,3 persen pada kuartal IV/2019 atau tiga bulan yang berakhir hingga Desember 2019 dari kuartal sebelumnya, menurut estimasi pendahuluan Kantor Kabinet Jepang yang dirilis Senin (17/2/2020).
Sementara itu, provinsi Hubei China, pusat penyebaran virus corona, melaporkan 1.933 kasus baru pada Senin (17/2/2020). Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengevakuasi sejumlah penumpang dari kapal pesiar Diamond Princess di Jepang, di mana 355 orang dikonfirmasikan terinfeksi virus mematikan tersebut.
“Dengan virus menyebar di Jepang, ada rasa takut jumlah kasus berpotensi meningkat lebih lanjut,” ujar Norihiro Fujito, kepala strategi investasi di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co.
“Ada kemungkinan risiko penurunan untuk prospek ekonomi dan laba perusahaan akan tumbuh. Jika PDB negatif untuk periode Januari-Maret, resesi akan menghantui,” tambahnya.