Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan batu bara, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) memacu produksi batu bara kalori tingginya pada tahun ini seiring dengan kebijakan pembatasan produksi batu bara domestik oleh pemerintah.
Corporate Secretary PT Bukit Asam Tbk Hadis Surya mengatakan bahwa perseroan akan melakukan ekspansi pasar untuk produk kalori tingginya ke beberapa negara potensial baru yang dijadikan tujuan utama perseroan dalam memasarkan produk varian kalori tinggi untuk menjaga kinerja perseroan di tengah pembatasan produksi batu bara kalori rendah.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membatasi produksi batu bara dalam negeri menjadi sebesar 550 juta ton pada tahun ini. Sesungguhnya, target produksi tersebut naik dibandingkan dengan target produksi 2019 sebesar 489 juta ton.
Hanya, realisasi produksi batu bara domestik pada 2019 melesat jauh di atas target yaitu 610 juta ton atau naik dari 124,74 persen dari target dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Hal tersebutlah yang membuat Kementerian ESDM untuk mengatur produksi batu bara dalam negeri lebih ketat.
Adapun, tujuan utama pengiriman batu bara emiten berkode saham PTBA tersebut antara lain Thailand, Vietnam, dan Australia, dari sebelumnya ke India, Taiwan, dan Pakistan.
“Oleh karena itu, target produksi kalori tinggi tahun ini dikatrol sebesar 3,8 juta ton atau meningkat sekitar 10 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya sebesar 3,5 juta ton,” ujar Hadis kepada Bisnis, Selasa (4/2/2020).
Hadis mengatakan bahwa secara keseluruhan target produksi batu bara PTBA akan mencapai 30 juta ton pada tahun ini.
Selain itu, di tengah tren pelemahan harga batu bara yang terus berlanjut dan pembatasan produksi oleh pemerintah, Hadis menjelaskan perseroan juga akan fokus untuk meningkatkan volume penjualan batu bara domestik yang akan lebih besar dari tahun lalu dengan komposisi 65 persen domestik dan 35 persen ekspor pada 2020.
Sementara itu, sebelumnya Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan bahwa perseroan akan mengalokasikan belanja modal sekitar Rp4 triliun—Rp4,5 triliun untuk menggenjot hilirisasi batubara berupa gasifikasi dan produk turunannya.
Arviyan menambahkan alokasi belanja modal tersebut lebih sedikit di bawah tahun lalu sebesar Rp5 triliun disebabkan oleh studi kelayakan di Peranap dan Tanjung Enim sudah selesai.