Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak terbujur lemah, melanjutkan tren negatif pada perdagangan Kamis (30/1/2020). Banderol minyak semakin tergelincir sejalan karena pelaku pasar khawatir terhadap kelebihan pasokan dan tekanan permintaan di tengah penyebaran wabah virus corona.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 16.40 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis WTI untuk kontrak Maret 2020 di Bursa Nymex melemah 1,52 persen menjadi US$52,52 per barel. Sementara itu, minyak mentah jenis Brent untuk kontrak April 2020 di Bursa ICE terkoreksi 1,5 persen menjadi US$58,91 per barel.
Direktur Pelaksana RS Energy Group Ian Nieboer mengatakan ketakutan terkait pasokan akan berada dalam tekanan sangat terlihat di pasar. Untuk diketahui, persedian minyak mentah Amerika Serikat naik 3,5 juta barel sepanjang pekan lalu, sangat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi analis yang hanay 420 ribu barel.
“Ketakutan tersebut sangat tercermin dari pergerakan minyak saat ini yang masih membukukan penurunan,” ujar Ian seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (30/1/2020).
Selain banjir pasokan, investor menimbang kecemasan pasar terhadap permintaan China yang kini tengah dilanda wabah virus Corona. Wabah corona dikhawatirkan bakal mengurangi permintaan dari China, konsumen minyak terbesar di dunia.
Presiden Transversal Consulting dan rekan Ellen Wald berpendapat meskipun dampak jangka panjang dari virus corona belum jelas, pasar tetap dibebani oleh ketakutan akan kehancuran permintaan minyak.
Sementara itu, Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan dalam publikasi riset menulis, harga minyak berpotensi untuk bergerak menguji level U$52,65 per barel. Penurunan lebih lanjut dari level support tersebut berpeluang menekan harga minyak menguji level support selanjutnya US$52,35 per barel dan US$52 per barel.
“Kegagalan menembus level support US$52,65 per barel berpeluang menopang kenaikan harga minyak menguji level resisten di US$53,5 per barel. Penembusan level tersebut berpeluang menopang kenaikan harga minyak menguji level selanjutnya di US$53,9 per barel dan US$54,25 per barel,” ujar Ahmad seperti dikutip dari risetnya, Kamis (30/1/2020).