Bisnis.com, JAKARTA –Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu berbalik menguat tipis pada akhir perdagangan hari ini, Kamis (16/1/2020), setelah berfluktuasi dan mayoritas bergerak melemah.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup berbalik menguat meskipun hanya 0,04 persen atau 2,68 poin ke level 6.275,19 dari level penutupan sebelumnya.
Pada perdagangan Rabu (15/1/2020), IHSG menutup pergerakannya di level 6.283,36 dengan pelemahan 0,66 persen atau 42,04 poin.
Pelemahan indeks mulai berlanjut dengan dibuka terkoreksi 0,12 persen atau 7,41 poin di posisi 6.275,96 pada Kamis (16/1) pagi. Sepanjang perdagangan sesi I, IHSG bergerak fluktuatif di level 6.255,49-6.299,54.
Lima dari sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin oleh sektor pertanian yang naik 1,48 persen dan perdagangan yang menguat 1,09 persen. Empat sektor lainnya bergerak negatif, didorong oleh sektor aneka industri yang menguat 0,88 persen.
Dari total 676 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, sebanyak 195 saham menguat, 188 saham melemah, dan 293 saham stagnan.
Baca Juga
Saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang masing-masing menguat 5,38 persen dan 3,32 persen menjadi penopang utama pergerakan IHSG pada hari ini.
Indeks saham lainnya di Asia bergerak cenderung variatif pada perdagangan hari ini, dengan indeks Topix Jepang dan Shanghai Composite China masing-masing melemah 0,14 persen dan 0,52 persen.
Sebaliknya, indeks Kospi Korea Selatan dan Hang Seng Hong Kong masing-masing mampu naik 0,77 persen dan 0,38 persen.
Dilansir Bloomberg, bursa saham Asia berfluktuasi setelah penandatanganan kesepakatan perdagangan AS-China, karena investor sebagian besar telah mengantisipasi hal tersebut.
Penandatanganan resmi perjanjian fase satu antara dua ekonomi terbesar dunia telah membuat perang perdagangan mengambil jeda. Dengan asumsi bahwa sentimen tersebut bertahan, pelaku pasar akan mencari katalis baru, kemungkinan besar dalam data ekonomi dan musim laporan pendapatan.
"Mengingat jumlah spekulasi oleh pasar dan komentar oleh para pejabat menjelang penandatanganan hari Rabu, tidak mengherankan pasar tidak terlalu banyak merespons penandatanganan tersebut," kata Hannah Anderson, analis JPMorgan Asset Management.
"Pasar kemungkinan akan terus memperkirakan premium risiko tinggi, yang bisa menjadi sumber volatilitas sepanjang 2020," lanjutnya, seperti dikutip Bloomberg.