Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Topang Bursa Asia, Ekonomi China Membayangi

Bursa Asia mampu menguat pada perdagangan siang ini, Senin (9/12/2019), menyusul penguatan yang dicetak bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan kemarin.
Tanda Wall St. terlihat di distrik keuangan New York/Reuters
Tanda Wall St. terlihat di distrik keuangan New York/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia mampu menguat pada perdagangan siang ini, Senin (9/12/2019), menyusul penguatan yang dicetak bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan kemarin.

Meski demikian, kenaikan yang dibukukan bursa saham di Asia cenderung dibatasi oleh kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi China akibat perang perdagangan yang berkepanjangan dengan AS.

Berdasarkan data Reuters, indeks Nikkei 225 Jepang bertambah 0,33 persen sedangkan indeks MSCI Asia Pacific selain Jepang naik 0,27 persen. Di sisi lain, indeks Shanghai Composite China dan Hang Seng Hong Kong masing-masing bergerak flat.

Pada akhir perdagangan Jumat (6/12/2019), indeks S&P 500 di bursa Wall Street naik mendekati rekor level tertingginya didorong data pekerjaan yang kuat dan tanda-tanda optimisme tentang pembicaraan perdagangan AS-China.

Pertumbuhan pekerjaan di AS mencatat peningkatan terbesar dalam 10 bulan pada November, tanda kuat bahwa ekonomi terbesar dunia itu tidak terancam mandek.

“Ekonomi masih menanjak dan memecahkan rekor terpanjang. Saat ini, kabut resesi masih tetap tampak jauh terlepas dari masalah yang dialami di negara lain di dunia dan perang dagang,” jelas Chris Rupkey, kepala ekonom keuangan di MUFG Union Bank.

Asisten Menteri Perdagangan China Ren Hongbin pada Senin (9/12) mengatakan bahwa pemerintah China berharap dapat mencapai kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat yang memuaskan kedua belah pihak dengan sesegera mungkin.

Wall Street Topang Bursa Asia, Ekonomi China Membayangi

Sementara itu, ekspor China dilaporkan menyusut untuk bulan keempat berturut-turut pada November, menggarisbawahi tekanan berkelanjutan terhadap produsen akiibat dari perang dagang.

Pengiriman ke luar negeri turun 1,1 persen pada November 2019 dari tahun sebelumnya, meleset dari perkiraan dalam survei Reuters untuk ekspansi 1,0 persen dan lebih dalam dari penurunan sebesar 0,9 persen pada bulan Oktober.

Di sisi lain, impor secara tak terduga naik 0,3 persen dari tahun sebelumnya, pertumbuhan pertama secara tahunan sejak April, sekaligus berbanding terbalik dengan perkiraan penurunan 1,8 persen oleh para ekonom.

“Meski data perdagangan tidak memiliki banyak dampak, kekhawatiran tentang melambatnya pertumbuhan dan kurangnya stimulus pemerintah membatasi kenaikan saham China,” ujar Naoki Tashiro, Presiden TS China Research.

"Namun saham terkait chip berjalan baik. Ini menunjukkan investor masih berpandangan positif mengenai prospek pembicaraan perdagangan AS-China secara keseluruhan,” tambahnya.

Pasar juga tengah menantikan rapat kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal Reserve (FOMC) yang akan dimulai pada Selasa (10/12/2019).

Para pembuat kebijakan bank sentral AS ini diperkirakan akan menyoroti ketahanan ekonomi dan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 1,50 persen-1,75 persen.

Menurut para analis, laporan pekerjaan yang jauh lebih baik dari perkiraan mengimbangi sinyal campuran dari data ekonomi baru-baru ini dan memvalidasi sikap The Fed untuk ‘wait and see’ mengenai suku bunga setelah melakukan pemangkasan sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper