Bisnis.com, JAKARTA - Setelah mencatat penurunan tajam pada November, emas mulai naik saat memasuki Desember.
Harga emas memegang kenaikan terbesar dalam lebih dari sebulan karena ketegangan antara AS dan China kembali tereskalasi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (4/12/2019) hingga pukul 14.56 WIB, harga emas di pasar spot bergerak menguat 0,43% menjadi US$1.483 per troy ounce, sedangkan harga emas berjangka di bursa Comex bergerak menguat 0,34% menjadi US$1.489 per troy ounce.
Padahal, harga merosot tajam pada bulan lalu setelah The Fed mengisyaratkan jeda dalam pemotongan suku bunga acuannya. Pada November, emas mengalami kinerja terburuk dengan bergerak melemah 3,1% dan menjadi penurunan bulanan terbesar sejak Juni 2018.
Adapun, saat ini harga logam mulia berhasil melonjak setelah Presiden AS Donald Trump menyulut pertengkaran perdagangan baru ke Brasil, Argentina, dan Perancis yang melukai selera investasi aset berisiko.
Tindakan Trump tersebut berpotensi semakin membebani pertumbuhan ekonomi global yang sedang dalam tekanan.
Saat ini, pedagang tengah bersiap untuk langkah pembalasan dari China setelah DPR AS menyetujui undang-undang yang akan menjatuhkan sanksi pada pejabat China atas pelanggaran hak terhadap minoritas Muslim.
Belum lagi, batas waktu kenaikan tarif impor AS untuk China semakin dekat, yaitu pada 15 Desember, dan mayoritas pasar memprediksi AS tetap akan merealisasikan kenaikan tarif tersebut seiring dengan jalan di tempatnya perkembangan kesepakatan dagang tahap pertama.
Analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengatakan bahwa ancaman terhadap kesepakatan perdagangan AS dan China terlihat seperti perubahan paling penting dalam sentimen sepanjang pekan ini.
"Kemungkinan bahwa AS dan China tidak menandatangani fase pertama dari kesepakatan perdagangan mempertinggi risiko perlambatan pertumbuhan global tahun depan. Tentu, itu positif untuk emas," ujar Vivek seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (4/12/2019).
Uptick logam menempatkan emas di jalur untuk kenaikan tahunan terbesar sejak 2010 karena gesekan perdagangan merusak pertumbuhan dan menyebabkan pelonggaran kebijakan moneter oleh mayoritas bank sentral, termasuk Federal Reserve.
Sepanjang tahun berjalan 2019, emas telah bergerak menguat cukup baik sebesar 15,71% dan sempat menyentuh level tertinggi sejak enam tahun lalu di level US$1.557 per troy ounce.
Dia juga menilai secara jangka panjang emas permintaan emas sebagai aset investasi aman akan terus tumbuh baik hingga tahun depan. Apalagi, masih terdapat ruang lebih lanjut bagi The Fed untuk memangkas suku bunga acuannya karena pertumbuhan ekonomi global yang melambat terus menekan ekonomi AS.
Vivek memprediksi emas dapat memuncak dan menyentuh level US$1.700 per troy ounce pada kuartal kedua tahun depan.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump kembali menyulut ekspektasi pasar aset berisiko dengan mengeluarkan pernyataan bahwa kemungkinan kesepakatan dagang AS-China bisa ditunda hingga pasca pemilu presiden AS pada November 2020.
Trump mengatakan ingin mendapatkan kesepakatan yang terbaik untuk AS sehingga tidak mau terburu-buru melakukan kesepakatan, sehingga mengindikasikan bahwa negosiasi yang kini berlangsung masih alot.
Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan bahwa akibat pernyataan terbaru tersebut harga emas berpotensi bergerak naik menguji level resisten di US$1.480 per troy ounce selama harga tidak mampu menguji level support di US$1.475 per troy ounce.
Penembusan level resisten tersebut membuka peluang harga emas menguji level resisten selanjutnya di US$1.482 per troy oubce dan US$1.484 per troy ounce.
Emas juga memiliki potensi naik ke area US$1.488 dan US$1.494 per troy ounce, dua level retracement sebelum harga emas berangsur turun pada perdagangan 6 dan 7 November 2019.
"Namun, kegagalan menembus level resisten US$1.480 berpotensi menekan turun harga emas menguji US$1.475 per troy ounce dan penurunan lebih lanjut dari level tersebut berpeluang menekan harga emas menguji level support selanjutnya di US$1.473 per troy ounce dan US$1.471 per troy ounce," papar Yudi seperti dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (4/12/2019).