Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia bergerak variatif sementara indeks futures Amerika Serikat (AS) turun pada perdagangan siang ini, Kamis (14/11/2019), menyusul rilis sejumlah indikator data perekonomian China.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix Jepang melemah 0,9 persen pada pukul 3 siang waktu Tokyo (pukul 13.00 WIB), sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia menguat 0,6 persen.
Pada saat yang sama, indeks Shanghai Composite China bertambah 0,2 persen, indeks Kospi Korea Selatan naik 0,1 persen, dan indeks Hang Seng Hong Kong melorot 1,3 persen. Indeks saham acuan Hong Kong ini telah tuun 4,7 persen sepanjang pekan ini.
Sementara itu, indeks futures Euro Stoxx 50 bergerak flat dan indeks futures S&P 500 AS tergelincir 0,2 persen. Pada perdagangan Rabu (13/11), indeks saham acuan S&P 500 mampu naik 0,1 persen.
Dilansir dari Bloomberg, bursa saham di Hong Kong dan Tokyo mendorong pelemahan di Asia. Bursa saham Jepang memperpanjang penurunannya setelah sejumlah indikator aktivitas ekonomi China dilaporkan tumbuh di bawah ekspektasi pada bulan lalu.
Biro Statistik National (NBS) China pada Kamis (14/11/2019) melaporkan produksi industri naik 4,7 persen pada Oktober 2019 dari tahun sebelumnya, lebih rendah dari estimasi median untuk peningkatan sebesar 5,4 persen.
Baca Juga
Sementara itu, penjualan ritel pada Oktober berekspansi 7,2 persen dibandingkan dengan proyeksi kenaikan 7,8 persen.
Adapun investasi aset tetap melambat menjadi 5,2 persen sepanjang 10 bulan pertama tahun ini. Raihan tersebut lebih rendah dari proyeksi 5,4 persen sekaligus adalah yang terendah sejak perhitungan data dilakukan pada 1998.
Perlambatan lebih lanjut dalam ekonomi China pada bulan lalu menandakan bahwa upaya para pembuat kebijakan untuk meningkatkan output memberi dampak terbatas.
Di sisi lain, investor terus menantikan kabar tentang tanggal dan lokasi penandatanganan kesepakatan perdagangan “fase satu” antara pemerintah AS dan China yang masih juga belum ditetapkan oleh kedua belah pihak.
Kedua belah pihak telah berencana untuk menandatangani "fase satu" kesepakatan dalam konferensi internasional di Chile pada November yang kemudian dibatalkan karena kerusuhan sosial di negara itu. Namun sejauh ini, lokasi baru untuk penandatanganan itu belum juga diumumkan.
Meski demikian, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa pembicaraan perdagangan AS-China telah bergerak dengan "sangat cepat".
“Pelemahan dalam investasi dan produksi akan menunjukkan bahwa kepercayaan menurun," kata Shane Oliver, kepala ekonom di AMP Capital, Sydney.
“Ini memberi lebih banyak tekanan pada otoritas China untuk mencapai kesepakatan dengan Donald Trump mengenai perdagangan, seperti keinginan Presiden Trump untuk terpilih kembali memberinya tekanan untuk mencapai kesepakatan,” tambahnya, dikutip dari Reuters.