Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berjangka jatuh pada Kamis (24/10/2019), karena data ekonomi yang lemah dari Jerman menambah kekhawatiran perlambatan permintaan bahan bakar.
Hal itu juga membayangi penurunan stok minyak mentah AS pada pekan lalu, yang bisa mendongkrak penguatan harga.
Mengutip Bloomberg, indeks IHS Markit terhadap manufaktur dan layanan di Jerman tumbuh pada Oktober 2019. Namun, hal itu masih mengisyaratkan adanya penurunan dalam kuartal keempat tahun ini.
Dalam hal ini, sejumlah pabrik di negara industri tersebut masih di titik lemah, dengan lapangan kerja di industri turun paling besar dalam hampir 10 tahun terakhir. Bagi sektor energi, penurunan aktivitas industri ini menunjukkan potensi berkurangnya permintaan untuk bahan bakar.
Dari data Bloomberg, hingga Kamis (24/10) pukul 16.55 WIB, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) merosot 0,73 persen atau 0,41 poin menjadi US$55,56 per barel, sedangkan harga minyak mentah jenis Brent turun 0,49 persen atau 0,3 poin ke level US$60,87 per barel.
Harga minyak mentah berjangka sempat loncat 2,7 persen pada Rabu (23/10), kenaikan harian terbesar sejak insiden serangan pesawat tanpa awak di Arab Saudi pada pertengahan September 2019.
Dalam survei Bloomberg, stok minyak mentah berkurang 1,7 juta barel pada pekan lalu, dibandingkan dengan perkiraan para analis untuk kenaikan 3 juta barel.
Sementara itu, harga minyak merosot 16 persen dari puncak pada April 2019, karena berlarut-larutnya perang dagang antara Beijing dan Washington, yang memadamkan prospek permintaan energi global.
Kondisi itu menekan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) dan mitra mereka, yang dikenal dengan OPEC+, untuk mempertimbangkan pemotongan produksi lebih dalam saat kelompok itu bertemu pada Desember 2019.
Namun, pada Rabu (23/10), Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan tak ada anggota OPEC+ yang mengajukan proposal perubahan terkait pembatasan produksi mereka.
Norbert Ruecker, Kepala Ekonom di Julius Baer Ltd. di Zurich, menyampaikan perlambatan ekonomi masih menjadi perhatian utama pelaku pasar dan suplai minyak terlihat berlimpah pada waktu yang sama.
Pada Rabu (23/10) waktu setempat, U.S. Energy Information Administration melaporkan total inventaris minyak mentah dan produk turunannya, di luar cadangan strategis, jatuh 9 juta barel pada pekan lalu, ke level terendah sejak Mei 2019.
Sementara itu, persediaan bensin turun untuk empat pekan berturut-turut karena permintaan untuk kendaraan bermotor meningkat sejak setidaknya 1991, karena faktor musiman.