Bisnis.com, JAKARTA - Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menyoroti beberapa kasus yang terjadi di perusahaan terbuka belakangan ini terkait dengan hubungan antara pemegang saham dengan pengurus perusahaan (Direksi dan Dewan Komisaris).
Ketua KNKG Mas Achmad Daniri menyatakan bahwa salah satu prinsip dalam OECD Principles of Corporate Governance 2015 adalah hak dan perlakuan setara terhadap pemegang saham dan fungsi kepemilikan utama (the rights and equitable treatment of Shareholders and key ownership functions).
Sejalan dengan prinsip OECD, salah satu asas corporate governance menurut Pedoman Umum GCG KNKG adalah Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan).
KNKG berpendapat bahwa setiap pemegang saham memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan setara dari perusahaan, baik pemegang saham mayoritas maupun minoritas.
"Perlakuan setara termasuk dalam mendapatkan informasi, tidak boleh terjadi asymmetry information diantara pemegang saham. Perlindungan pemegang saham minoritas harus menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan dalam setiap proses pengambilan keputusan strategis, termasuk dalam penyelenggaraan RUPS," ujar Ketua KNKG Mas Achmad Daniri dalam keterangan pers.
Perusahaan terbuka tunduk kepada berbagai peraturan, seperti UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, UU BUMN (jika merupakan perusahaan BUMN), peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan Bursa Efek lndonesia. Oleh sebab itu perusahaan terbuka wajib memenuhi semua ketentuan yang melingkupi perusahaan tanpa kecuali.
Sebagai contoh adalah ketentuan penyelenggaraan RUPS dalam Peraturan OJK No. 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa "Perusahaan Terbuka wajib terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan mata acara rapat kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pengumuman RUPS, dengan tidak memperhitungkan tanggal pengumuman RUPS."
Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa “Mata acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diungkapkan secara jelas dan rinci."
POJK No. 32/POJK.04/2014 secara spesifik mewajibkan perusahaan terbuka untuk menyampaikan mata acara rapat secara rinci kepada OJK, bahkan dalam Pasal 8 ayat 3 disebutkan bahwa "Dalam hal terdapat perubahan mata acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Terbuka wajib menyampaikan perubahan mata acara dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada saat pemanggilan RUPS."
Dengan tersedianya mata acara RUPS secara rinci dapat dipastikan potensi terjadinya "kejutan" dalam penyelenggaraan RUPS dapat diminimalisir.
KNKG secara resmi meminta agar pemegang saham mayoritas untuk mematuhi semua peraturan yang melingkupi perusahaan terbuka, namun tidak terbatas pada UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, UU BUMN (jika merupakan perusahaan BUMN), peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan Bursa Efek Indonesia.
Selain itu, KNKG meminta perusahaan terbuka dan pemegang saham mayoritas untuk menghormati dan melindungi hak pemegang saham minoritas.
"KNKG meyakini apabila kedua permintaan tersebut dijalankan maka kasus yang melibatkan pemegang saham dan pengurus perusahaan [Direksi dan Dewan Komisaris] seperti yang terjadi akhir akhir ini tidak akan terjadi kembali," kata Mas Achmad Daniri.