Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor Pembiayaan Mulai Beralih dari MTN

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.35/2018, perusahaan pembiayaan yang ingin menerbitkan efek bersifat utang namun tidak melalui penawaran umum harus memenuhi beberapa persyaratan.
Karyawan melayani nasabah di kantor PT BFI Finance Indonesia, Serpong, Tangerang Selatan, Senin(6/3)./JIBI-Endang Muchtar
Karyawan melayani nasabah di kantor PT BFI Finance Indonesia, Serpong, Tangerang Selatan, Senin(6/3)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Sektor pembiayaan disebut mulai mencari sumber pendanaan baru guna memenuhi kebutuhan dana yang sebelumnya diperoleh dari penerbitan medium term notes (MTN) sebagai imbas regulasi pembatasan penerbitan instrumen tersebut.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.35/2018, perusahaan pembiayaan yang ingin menerbitkan efek bersifat utang namun tidak melalui penawaran umum harus memenuhi beberapa persyaratan.

Pertama, perusahaan harus terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Kedua, perusahaan memiliki agen monitoring yang terdaftar sebagai wali amanat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketiga, perusahaan melakukan pemeringkatan dengan hasil minimal layak investasi oleh lembaga tersertifikasi OJK.

Keempat, perusahaan pembiayaan juga melakukan pemeringkatan setidaknya sekali dalam setahun.

Kelima, perusahaan wajib melakukan pelaporan secara berkala terkait penggunaan dana yang dihimpun. Selain itu, beleid tersebut pun mensyaratkan perusahaan pembiayaan harus memenuhi ketentuan gearing ratio dari nol kali hingga 10 kali.

Gearing ratio dihitung dari komponen pinjaman dari bank, penerbitan obligasi, pinjaman subordinasi dan penerbitan MTN yang dibagi dengan komponen ekuitas dan pinjaman subordinasi setelah dikurangi nominal penyertaan.

Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), selama Juli 2019 realisasi penerbitan MTN hanya menyentuh Rp7,26 triliun dari total Rp79,97 triliun. Adapun, pada 2018 realisasi penerbitan MTN menembus Rp23,5 triliun dan sebesar Rp16,2 triliun pada Juni 2018.

Artinya, meskipun telah melewati paruh pertama 2019, jumlah penerbitan MTN di tahun ini bahkan baru menyentuh 30% dari realisasi sepanjang 2018. Padahal, pada semester I/2018, realisasi penerbitan MTN telah menyentuh lebih dari separuh total realisasi penerbitan.

Head of Sales & Distribution Ashmore Asset Management Indonesia, Steven Satya Yudha mengatakan pengubahan sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan merupakan langkah yang wajar. Alasannya, pemenuhan syarat tersebut dianggap tak mudah bagi beberapa perusahaan meskipun hal itu diterapkan untuk memberikan jaminan keamanan kepada investor.

Ia menyebut perusahaan pembiayaan mulai melirik sumber pendanaan seperti yang berasal dari luar negeri atau offshore karena peluang mendapatkan bunga yang lebih rendah.

“Saya pikir wajar mengingat POJK No.35/2018 yang mewajibkan pelaporan rencana penerbitan MTN ke OJK dan wajib investment grade. Hal ini tidak mudah bagi beberapa perusahaan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (2/9/2019). 

Selain menggunakan opsi sumber pendanaan lain, dia menyebut besar kemungkinan perusahaan pembiayaan menempuh strategi front-loading atau menerbitkan MTN lebih banyak di awal tahun. Dengan demikian, realisasi pada awal tahun bisa saja lebih besar dibandingkan realisasi pada paruh kedua 2019.

Terlebih, dia menyebut dengan tren suku bunga acuan yang semakin rendah, tak menutup kemungkinan bila perusahaan pembiayaan bakal menerbitkan MTN pada sisa tahun 2019 karena beban bunga yang lebih rendah.

Seperti diketahui, pada awal paruh kedua 2019, Bank Indonesia telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebanyak dua kali dengan bobot 100 basis poin yakni dari 6% menjadi 5,5%. 

“Namun dengan tren penurunan suku bunga acuan, kemungkinan semester kedua akan lebih baik untuk penerbitan MTN,” katanya.

Pilih Pendanaan Offshore

Dihubungi terpisah,  Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan opsi pendanaan offshore dipilih karena menawarkan bunga yang lebih rendah. Bila dibandingkan, beberapa perusahaan yang berencana menerbitkan MTN pada Juli 2019 saja menawarkan kupon hingga 13%.

Selain itu, minat investor terhadap instrumen MTN pun cenderung susut sehingga penerbit efek memilih untuk menggalang dana menggunakan instrumen lain. Menurutnya, opsi pendanaan offshore masih cukup menarik meskipun terdapat beban kurs dari perbedaan mata uang.

“Suku bunga luar negeri sebenarnya lebih rendah dari dalam [negeri] apalagi dengan tren suku bunga turun. Tetapi dengan risiko tambahan berupa kurs. Namun ini bisa dibatasi dengan hedging,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Pemeringkat Institusi Keuangan Pefindo Hendro Utomo mengakui aturan tersebut membatasi penerbitan MTN. Kendati demikian, dia tak merinci berapa porsi pendanaan offshore saat ini pada perusahaan pembiayaan.

Dia menyebut pendanaan offshore ditempuh perusahaan-perusahaan skala menengah hingga besar. Mengingat, sumber pendanaan dalam negeri pun menjadi lebih selektif terhadap perusahaan pembiayaan yang membutuhkan pendanaan.

“Kami ada melihat kenaikan pendanaan melalui offshore memang secara angka tidak terlalu signifikan ada kecenderungan meningkat secara bertahap. Di kami masih banyak mendominasi multifinance yang skala besar yang menengah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper