Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menengok Tren IPO di Asean pada Paruh Pertama 2019

Berdasarkan Laporan EY Global IPO Trends: Q2 2019, per akhir semester I/2019 jumlah IPO di Bursa Efek Indonesia (IDX) tercatat sebanyak 17 penawaran atau sebesar 3,4% dari total IPO secara global.
Pengunjung berjalan di dekat papan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (10/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Pengunjung berjalan di dekat papan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (10/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA—Jumlah pencatatan saham baru lewat penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia berada di peringkat pertama se-Asia Tenggara.

Namun demikian, nilai dana yang diraih melalui IPO atau fund raised terbilang kecil apabila dibandingkan dengan bursa saham di negara-negara kawasan Asean.

Berdasarkan Laporan EY Global IPO Trends: Q2 2019, per akhir semester I/2019 jumlah IPO di Bursa Efek Indonesia (IDX) tercatat sebanyak 17 penawaran atau sebesar 3,4% dari total IPO secara global.

Dari 17 IPO tersebut, tercatat nilai dana yang dihimpun sebesar US$0,2 miliar, di bawah perolehan Bursa Malaysia (KLSE) dan Bursa Thailand (SET) yang sebesar US$0,3 miliar dengan masing-masing IPO sebanyak 14 dan 9 penawaran.

Di sisi lain, Bursa Singapura (SGX) masih memimpin perolehan fund raised sebesar US$1,2 miliar kendati jumlah penawaran umum saham perdana berada di posisi terbawah sebanyak 8 penawaran.

Adapun secara keseluruhan, nilai IPO di kawasan Asean terpantau berkurang 55% secara tahunan (yoy).

EY Asia-Pacific IPO Leader Ringo Choi dalam laporannya menyampaikan, keberlanjutan perang dagang AS—China telah membuat rencana IPO dipercepat di kawasan Asia—Pasifik. Namun, ketidakpastian geopolitik dan dampak perang dagang tampak melemahkan aktivitas IPO di kawasan Asia Tenggara.

“Ketidakpastian geopolitik, tensi dagang, dan kondisi makroekonomi di kawasan Asia Tenggara terus melemahkan aktivitas IPO pada paruh pertama 2019 sering dengan volume kesepakatan turun 8% dan dana yang dihimpun berkurang 55% dibandingkan paruh pertama 2018,” tulis Choi, seperti dikutip pada Rabu (14/8/2019).

Aktivitas IPO di Pasar Modal se-Asean
NegaraJumlah IPONilai IPO (dalam US$ miliar)Perubahan (YoY)
Indonesia170,2-71%
Thailand90,3-35%
Singapura81,2168%
Malaysia140,3198%
Myanmar00,0-100%
Filipina00,0-100%
Sri Lanka00,0NA
Kamboja00,0NA
Vietnam00,0NA
TOTAL482,0-55%

Sumber: EY Global IPO Trends Q2, Jun 19

Dari dalam negeri, per 9 Agustus 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dari 29 jumlah IPO saham sepanjang tahun ini tercatat dana yang dihimpun sebesar Rp8,50 triliun.

Adapun, pencatatan saham PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk. (LIFE) yang merupakan aksi divestasi saham PT Sinar Mas Multiartha Tbk. mencatatkan nilai IPO paling tinggi sebesar Rp4,76 triliun.

Selanjutnya diikuti oleh IPO dari bagian dari MNC Group yaitu PT MNC Vision Networks Tbk. dengan raihan dana senilai Rp845,28 triliun.

Sementara itu, 17 emiten baru lainnya hanya mendapatkan tambahan dana di bawah Rp100 miliar dari pasar modal.

Hoesen, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, menjelaskan bahwa sejauh ini total dana yang dihimpun di pasar modal lewat penerbitan efek saham maupun efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) telah mencapai Rp109 triliun,

Perinciannya, sebanyak 29 IPO meraih dana sebesar Rp8,5 triliun, 12 aksi private placement mengantongi dana senilai Rp12 triliun, dan rights issue senilai Rp25,7 triliun.

Sementara itu, penawaran umum EBUS sebanyak 3 penawaran senilai Rp2,25 triliun, 16 penawaran umum berkelanjutan tahap I EBUS sekitar Rp17 triliun, dan 30 penawaran PUB Tahap II EBUS senilai Rp55,75 triliun.

“Total Rp109,2 triliun dengan jumlah penawaran umum ada 90,” kata Hoesen di Jakarta, Senin (12/8/2019).

Saat ini, di pipeline OJK, telah ada 18 calon emiten lagi yang siap mendaftarkan sahamnya di BEI menjelang akhir tahun dengan total dana yang ingin dihimpun hampir senilai Rp2 triliun.

Baik OJK maupun BEI pun terus berusaha mengejar target penerbitan efek baru yang diharapkan sebanyak 75 pencatatan menjelang akhir tahun.

Realisasinya sejauh ini, perusahaan tercatat telah bertambah sebanyak 32 emiten baru atau lebih dari setengah total emiten baru pada 2018 yang sebanyak 57 emiten.

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menyampaikan, target penerbitan efek baru tersebut realisasinya saat ini sudah sampai separo dengan penerbitan 32 saham IPO, 5 produk ETF, 3 produk DIRE, dan 1 Produk Dinfra.

“Kami masih berdoa, target kami 75 untuk efek baru. Saat ini sudah tercapai totalnya 41 dengan raised fund Rp9,3 triliun untuk yang sahamnya,” kata Inarno.

Mengenai nilai IPO yang terbilang kecil, Inarno menambahkan, BEI diharapkan bukanlah tempat bagi perusahaan yang besar saja untuk mencari penambahan modal.

Namun, perusahaan bersakala menengah dan kecil juga diprioritaskan untuk mau bergabung menjadi besar di pasar modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper