Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang Bakal Tergeser dari Posisi Importir Top LNG pada 2022

Penurunan impor gas alam cair turut disebabkan persaingan dari batu bara, nuklir, dan energi terbarukan di sektor listrik.
Ilustrasi Liquefied Natural Gas (LNG)./Istimewa
Ilustrasi Liquefied Natural Gas (LNG)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Konsultan energi global Wood Mackenzie melaporkan Jepang akan kehilangan posisinya sebagai importir terbesar gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dunia pada awal 2022.

Pada 2022, impor LNG Jepang diproyeksi turun 12 persen menjadi 72,8 juta ton per tahun (mmtpa) dibandingkan dengan realisasi 2018. Sementara itu, volume impor LNG China diperkirakan naik 37,5 persen menjadi 7,41 mmtpa pada tahun yang sama.

Untuk memastikan keamanan pasokan, diversifikasi sumber pasokan tetap akan menjadi perhatian utama Jepang. Pembeli LNG Negeri Matahari Terbit itu juga bakal terus memimpin pasar dalam pengadaan LNG dari daerah pasokan baru.

Analis senior Wood Mackenzie Lucy Cullen mengatakan saat permintaan LNG menurun, impor Jepang akan tetap di atas 70 mmtpa hingga 2020. Artinya, Jepang masih menjadi konsumen LNG papan atas dunia, setidaknya hingga 2040 saat permintaan masih melebihi 60 mmtpa.

“Oleh sebab itu, Jepang masih memberikan banyak peluang bagi penjual LNG, terutama karena kontrak yang ada berakhir,” paparnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Selasa (23/7/2019).

Cullen melanjutkan penurunan impor Jepang akan didorong oleh persaingan dari batu bara, nuklir, dan energi terbarukan di sektor listrik. Selain itu, juga dipicu oleh pertumbuhan ekonomi makro yang melambat.

Meskipun harga spot LNG tetap rendah, pasar listrik Jepang tidak mendukung pengalihan dari batu bara ke gas dalam skala luas. Negara ini tetap terikat kontrak LNG hingga awal 2020, ketika pasokan AS dan Australia meningkat.

Akibatnya, biaya rata-rata gas untuk utilitas Jepang tetap jauh di atas harga spot. Sementara itu, batu bara masih merupakan bentuk pembangkit listrik termurah, setelah nuklir dan energi terbarukan.

Keberadaan reaktor nuklir Jepang terus berkembang dan diperkirakan berlanjut pada 2020 serta 2021. Pada 2018 saja, negara Asia Timur itu memulai kembali lima reaktornya.

Hal ini akan memberi tekanan pada impor LNG pada awal 2020-an. Namun, pemadaman nuklir tetap menjadi risiko dalam periode ini, jika langkah-langkah anti terorisme tidak dipenuhi tepat waktu.

Sejalan dengan mengejar masa depan rendah karbon, Jepang juga menargetkan 22-24 persen dari campuran generasi 2030-nya berasal dari energi terbarukan, termasuk tenaga air.

Sebelumnya, Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) memproyeksikan AS dan China akan menjadi eksportir dan importir gas alam cair dalam 5 tahun mendatang.

Analis gas alam senior di IEA Jean-Baptiste Dubreuil menuturkan ekspor LNG AS akan melonjak hingga lebih dari 100 miliar meter kubik (billion cubic meters/bcm) pada 2024, menggeser pemimpin pasar saat ini yaitu Australia dan Qatar. Adapun impor LNG China diprediksi  melonjak hingga lebih dari 100 bcm pada 2024, melampaui Jepang.

Impor LNG Jepang menunjukkan penurunan besar sejak mencapai puncaknya pada 2014. Hal ini terjadi setelah sejumlah utilitas nuklir kembali beroperasi usai ditutup untuk inspeksi dan pengujian keselamatan wajib, pascagempa bumi dan tsunami yang merusak pabrik nuklir Fukushima pada 2011.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper