Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang Garuda kembali mendapatkan momentum untuk menunjukkan keperkasaannya melawan dolar AS, dengan berhasil menembus ke bawah level psikologis Rp14.000 dan jauh memimpin penguatan mata uang kelompok Asia.
Berdassarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (15/7/2019), rupiah berhasil ditutup menguat 0,63% atau 88 poin menjadi Rp13.920. Pada pertengahan perdagangan, rupiah sempat menyentuh level Rp13.885 per dolar AS.
Adapun, rupiah berhasil menjadi mata uang dengan kinerja penguatan terbaik di Asia, mengalahkan rupee dan baht yang masing-masing hanya menguat 0,16% dan 0,15% terhadap dolar AS.
Sepanjang tahun berjalan, rupiah masih bertahan di jalur hijau dengan menguat 3,37%, berada di posisi kedua dari keseluruhan kinerja mata uang Asia. Rupiah kalah melawan baht yang mampu menguat 4,72% secara year to date.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa penguatan rupiah yang cukup signifikan kali ini didukung oleh surplusnya neraca perdagangan dalam negeri.
Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor Juni 2019 mencapai US$11,78 miliar, turun 8,98% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Walaupun demikian, nilai impor Juni 2019 mencapai US$11,58 miliar sehingga neraca perdagangan Juni 2019 berhasil surplus sebesar US$200 juta.
Baca Juga
"Meski surplus tidak sesuai dengan ekspektasi para analis yaitu sebesar US$516 juta, tetapi data tersebut masih cukup baik, ini akan menjadi sinyal positif bagi pencapaian PDB Indonesia untuk kuartal kedua tahun ini, juga membantu rupiah memiliki proyeksi yang lebih baik," papar Ibrahim kepada Bisnis.com, Senin (15/7/2019).
Selain itu, dengan pencapaian neraca perdagangan kali ini dapat mendorong harapan pasar bahwa Bank Indonesia akhirnya akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
Ibrahim memprediksi rupiah kembali diperdagangkan menguat dengan sentimen dalam negeri yang masih akan menjadi katalis positif di kisaran Rp13.870 per dolar AS hingga Rp13.895 per dolar AS pada perdagangan Selasa (16/7/2019).
Sementara itu, Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa pasar sangat merespons positif adanya surplusnya neraca perdagangan dalam negeri sehingga mendorong penguatan rupiah.
Walaupun demikian, rupiah cenderung rawan terkoreksi akibat aksi profit taking dan data ekonomi AS yang akan dirilis pekan ini dapat membawa dolar kembali menguat. Tercatat, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekaranjang mata uang mayor lainnya bergerak stabil di level 96,818.
"Jika data retail sales tidak menunjukan kinerja positif, rupiah sampai saat ini masih akan aman di zona hijau, tetapi perhatikan level support Rp13.890. Bila level ini belum teratasi, rupiah rawan koreksi," ujar Deddy kepada Bisnis.com.