Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah tergelincir lebih jauh ke pasar bearish karena data pabrik-pabrik dan sektor konstruksi AS menunjukkan tanda-tanda terbaru dari melemahnya permintaan.
Minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman Juli ditutup melemah 1,1 persen atau 0,58 poin ke level US$51,93 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, minyak Brent untuk kontrak Agustus melemah 1,72 persen atau 1,07 poin ke level US$ 60,94 per barel di ICE Futures Europe Exchange London.
Dilansir Bloomberg, OPEC dan sekutunya sedang berunding untuk memilih tanggal pertemuan guna membahas pengurangan pasokan. Di AS, Federal Reserve mencatat rekor penurunan aktivitas manufaktur di New York pada bulan Juni, sementara sentimen di antara kontraktor perumahan secara tak terduga turun untuk pertama kalinya sepanjang tahun.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menurunkan harapan untuk terobosan perdagangan AS-China pada KTT G20 bulan ini di Jepang.
"OPEC pasti akan melakukan apa yang perlu dilakukan, tetapi itu tidak bisa terjadi tanpa adanya penundaan," ungkap Bart Melek, kepala analis komoditas TD Securities Toronto, seperti dikutip Bloomberg.
"Jadi pertanyaan untuk pasar sekarang adalah apa yang terjadi pada sisi permintaan,” lanjutnya.
Penurunan pada Senin menghentikan reli penguatan dua hari berturut-turut menyusul serangan pada tanker minyak di Timur Tengah. Pembengkakan stok AS dan keretakan perdagangan AS-China telah membantu mendorong harga ke pasar bearish. WTI melemah lebih dari 20 persen dari level yang dicapai bulan April 2018.
Pelemahan datang ketika aliansi produsen OPEC+ bekerja untuk menjadwalkan pertemuan untuk secara resmi memperpanjang pengurangan produksi. Iran, satu-satunya yang bertahan, bersedia bertemu pada akhir Juni atau pertengahan Juli, ungkap Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh.
Meski begitu, ia dan Menteri Energi Rusia Alexander Novak gagal untuk menemukan tanggal pertemuan yang cocok.
Di saat perang perdagangan berlarut-larut, tekanan telah meningkat pada OPEC+ untuk memperpanjang batas outputnya hingga paruh kedua tahun ini.
“Aliansi itu mungkin akan bertemu di pekan pertama Juli, dan itu akan mengamankan penyeimbangan kembali pasar," kata Menteri Energi Saudi, Khalid Al-Falih, Minggu (16/6).