Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga terus tertekan dan melanjutkan penurunan mingguan yang telah terjadi selama 8 pekan beruturut-turut akibat perang dagang yang menekan pertumbuhan ekonomi global sehingga melemahkan prospek permintaan tembaga.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (31/5/2019), harga tembaga patokan di bursa London melemah 0,2% menjadi US$5.799 per ton. Selama sepakan, temabaga telah turun 0,5%.
Adapun, tembaga telah turun sekitar 14% dari level tertingginya US$6.608,5 per ton pada April setelah harapan kesepakatan perdagangan AS dan China memudar dan Presiden AS Donald Trump mengancam kenaikan tarif impor untuk Meksiko.
Analis Saxo Bank Ole Hansen mengatakan bahwa peningkatan selera investasi aset berisiko di kalangan investor pada pekan ini telah sedikit membantu mendukung harga tembaga. Walaupun demikian, prospek harga tembaga masih akan tertekan.
"Kita perlu melihat adanya data ekonomi yang mampu mengurangi ketakutan pasar akan resesi global atau setidaknya menyiratkan pengetatan pasokan tembaga agar harga dapat memiliki prospek bullish. Jika tidak, tembaga kemungkinan akan terus tertekan," ujar Ole seperti dikutip dari Reuters, Minggu (9/6/2019).
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, serangkaian data ekonomi dunia yang buruk terus berlanjut.
Pada pekan lalu, Departemen Ketenagakerjaan AS menunjukkan perlambatan tajam dalam pertumbuhan pekerjaan AS. Jumlah pekerja di luar sektor pertanian AS hanya tumbuh 75.000 pada Mei dibandingkan dengan ekspetasi pasar yang memperkirakan tumbuh sekitar 177.000.
Selain itu, katalis negatif bagi tembaga lainnya berasal dari Presiden AS Donald Trump yang tetap mempertimbangkan untuk memberlakukan tarif impor pada barang china senilai US$300 miliar setelah pertemuan G20 pada akhir bulan ini.
Walaupun demikian, pemerintah AS telah memberikan keringanan bagi eksporti China yaitu tambahan waktu selama dua pekan lagi sebelum memberlakukan satu set tarif yang telah diumumkan sebelumnya.
Di sisi lain, pasar pun berharap tembaga akan mendapat dukungan dari China sebagai negara konsumen logam terbesar di dunia akan mengumumkan stimulus untuk menghidupkan kembali penjualan mobil yang telah merosot sepanjang tahun ini.
Bank Sentral China mengatakan, masih terdapat ruang yang cukup banyak untuk melakukan penyesuaian jika perang dagang AS dan China memburuk.
Pada perdagangan logam industri lainnya, aluminium ditutup melemah 0,68% menjadi US$1.764 per ton, sedangkan timah ditutup melemah 0,13% menjadi US$19.225 per ton.
Sementara itu, seng juga ditutup melemah 0,76% menjadi US$2.484 per ton.