Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tembaga Menguat di Tengah Harapan Kebijakan Stimulus dari China

Analis Fat Prophets David Lennox mengatakan bahwa ketidakpastian di sekitar perdagangan dan pertumbuhan global telah membawa harga tembaga ke posisi terendahnya.
Ilustrasi cincin tembaga./Bloomberg-Andrey Rudakov
Ilustrasi cincin tembaga./Bloomberg-Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA - Tembaga melanjutkan penguatannya dari level terendah dengan harapan bahwa China akan menambahkan kebijakan stimulus untuk membantu pertumbuhan ekonominya jika perang dagang AS terus berlanjut.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (28/5), harga tembaga di bursa Shanghai berhasil menguat 0,17 persen menjadi 47.230 yuan per ton. Secara year to date, tembaga bergerak melemah 2,08 persen.

Sementara itu, harga tembaga di bursa London pada penutupan perdagangan Senin (27/5), tembaga ditutup menguat 0,49 persen menjadi US$5.955 per ton. Sepanjang tahun berjalan, harga melemah sebesar 0,17 persen.

Analis Fat Prophets David Lennox mengatakan bahwa ketidakpastian di sekitar perdagangan dan pertumbuhan global telah membawa harga tembaga ke posisi terendahnya.

Oleh karena itu, pasar berharap pemerintah China akan mengeluarkan kebijakan stimulus untuk merangsang pertumbuhan ekonominya

“Jika China benar akan mengeluarkan kebijakan stimulus tersebut maka akan berdampak baik untuk bijih besi, baja, dan logam industri lainnya termasuk tembaga dan seng,” ujar David seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (28/5).

Pasar saat ini tengah berfokus pada data indeks aktivitas manufaktur China periode Mei yang akan dirilis pada Kamis (30/5/2019) mendatang.

Pasar memproyeksi indeks aktivitas manufaktur China periode Mei akan terkontraksi berada di level 49,9, lebih rendah dibandingkan dengan periode April yang mencapai level 50,1.

Selain itu, perusahaan industri China mencatatkan penyusutan keuntungan berkelanjutan pada April akibat aktivitas manufaktur yang melambat.

Pelemahan ini memberikan lebih banyak tekanan pada pembuat kebijakan yang saat ini masih memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan dukungan bagi ekonomi yang terkena dampak perang perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS) China, laba industri turun 3,7 persen secara tahunan menjadi 515,4 miliar yuan atau senilai US$74,80 miliar pada April.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa pihaknya belum siap untuk membuat kesepakatan dengan China saat ini seiring dengan alotnya negosiasi perdagangan dengan China.

Trump kembali mengancam akan menaikkan tarif impor untuk produk China lainnya dengan jumlah yang sangat besar.

Di sisi lain, harga logam industri lainnya, nikel berhasil menguat cukup tajam sebesar 3,87 persen, diikuti seng yang menguat 1,59 persen, dan aluminium di bursa London bergerak menguat 0,14 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper