Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Stabil di Level Tertinggi 2 Tahun

Indeks dolar AS berada di level tertinggi dalam dua tahun terakhir seiring dengan sentimen perang dagang yang meningkatkan permintaan investor terhadap aset safe haven.
Ilustrasi Dolar AS/Reuters
Ilustrasi Dolar AS/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Indeks dolar AS berada di level tertinggi dalam dua tahun terakhir seiring dengan sentimen perang dagang yang meningkatkan permintaan investor terhadap aset safe haven.

Pada perdagangan Senin (20/5/2019), indeks dolar AS (DXY) pukul 10.30 WIB naik 0,03% atau 0,025 poin menuju 98,02. Ini menjadi level tertinggi sejak Mei 2017.

DXY merupakan perbandingan greenback terhadap enam mata uang utama dunia. Besar bobot masing-masing mata uang ditentukan oleh Federal Reserve berdasarkan pengaruhnya terhadap perdagangan Amerika Serikat.

Bobot yang paling besar terhadap DXY adalah mata uang Euro (EUR) sebesar 57,6%, disusul yen (JPY) 13,6%, poundsterling (GBP) 11,9%, dolar Kanada 9,1%, krona Swedia 4,2%, dan franc Swiss 3,6%.

Tim analis Asia Trade Point Futures menyampaukan, melesatnya dolar AS ke level tertinggi dua tahun terjadi setelah Gedung Putih pada Jumat (17/5/2019) menunda pengenaan tarif impor otomotif. Selain itu, katalis positif juga dipicu oleh eskalasi perang dagang AS dengan China.

“Sehingga meningkatkan permintaan instrumen safe haven ditengah aksi jual ekuitas seperti pasar saham,” paparnya, Senin (20/5/2019).

Pada hari Jumat lalu, Gedung Putih mengonfirmasi bahwa mereka menunda tarif impor mobil Eropa selama enam bulan agar mendapatkan waktu menegosiasikan kesepakatan dengan kawasan tersebut.

Sementara itu, diluar dugaan pemerintah China secara mengejutkan menolak melakukan perundingan dagang bila pemerintah AS tidak menunjukkan ketulusan untuk menyelesaikan sengketa dagang diantara mereka.

Ketegangan ini membuat pamor dolar AS meningkat sebagai aset lindung nilai.

Tercatat indeks USD ditutup menguat sekitar 0,10% di level 97,78 pada akhir pekan lalu.

Dukungan bagi greenback juga datang dari semakin tidak menentunya situasi politik Inggris setelah pembicaraan Partai Buruh dan Konservatif diperkirakan memperlambat proses Brexit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper