Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Tertekan, Rupiah Berhasil Rebound

Mata uang garuda berhasil bergerak berbalik menguat pada perdagangan Kamis (16/5/2019) seiring dengan melemahnya dolar AS akibat data penjualan ritel AS yang lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pasar.
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang garuda berhasil bergerak berbalik menguat pada perdagangan Kamis (16/5/2019) seiring dengan melemahnya dolar AS akibat data penjualan ritel AS yang lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pasar.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (16/5/2019) pukul 10.46 WIB, rupiah bergerak menguat 0,090% atau terapresiasi 13 poin menjadi Rp14.450 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan 6 mata uang mayor bergerak melemah 0,02% di level 97,552. Indeks dolar AS melemah setelah membukukan kenaikan  moderat pada perdagangan sebelumnya.

"Ketidakpastian yang berasal dari eskalasi dalam perang dagang AS dan China telah membebani laju dolar AS," ujar Direktur Forex Societe Generale Tokyo Kyosuke Suzuki seperti dikutip dari Reuters, Kamis (16/5/2019).

Selain itu, dolar AS juga melemah akibat data penjualan ritel AS dan output industri periode April melemah. Tercatat, penjualan retail AS turun sebesar 0,2% pada April, lebih rendah dibandingkan dengan estimasi pasar yang memprediksi kenaikan mencapai 0,2%.

Adapun, pada Maret AS berhasil membukukan data penjualan ritel terkuat sejak September 2017, yaitu naik 1,6%. Kenaikan tersebut menjadi sinyal adanya rebound dari penjualan yang lesu sejak Desember.

Namun, tidak hanya AS, China juga melaporkan pertumbuhan penjualan ritel dan output industri yang lebih lemah pada periode April. Data yang mengecewakan dari dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut sesungguhnya membuat investor lebih waspada terhadap aset berisiko, termasuk rupiah.

Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia berbalik negatif dengan defisit mencapai US$2,5 miliar, terbesar sejak Juli 2013.

Defisit tersebut menimbulkan kekhawatiran pasar bahwa transaksi berjalan Indonesia yang menjadi fondasi pergerakan rupiah akan semakin melebar, sehingga rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper