Bisnis.com, JAKARTA — Bahana TCW Investment Management menilai alokasi arus modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) akan lebih besar ketimbang di pasar saham pada tahun ini.
Berdasarkan keterangan resminya, Bahana TCW Investment Management memberikan panduan ringkas untuk memahami prospek investasi di pasar modal tahun ini.
Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat mengatakan bahwa ada lima faktor yang dicermati oleh perusahaan, yang disingkat sebagai ELVIS.
Pertama, earning sebagai faktor utama untuk menarik investor saham. Kedua, liquidity terutama dari luar negeri. Selanjutnya faktor valuation seperti price to earning ratio. Lalu faktor interest rate terutama kebijakan bank sentral.
“Terakhir faktor sentimen yang bisa diukur berdasarkan angka credit default swap (CDS) Indonesia. Mencermati dinamika global dan fundamental domestik, panduan itu kami atur ulang sebagai SLIVE,” papar Budi, melalui siaran resmi, Senin (22/4/2019).
Sentimen menjadi faktor utama terutama sebagai dampak perubahan drastis kebijakan the Fed yang mengakhiri pengetatan likuiditas dan berakhirnya stimulus pajak Presiden Trump. Berbeda dengan 2018, arus modal asing mulai kembali menuju negara berkembang.
Indonesia mendapat apresiasi khusus tidak hanya pemilu yang berlangsung lancar, namun kesigapan dan independensi kebijakan moneter dan fiskal dalam menghadapi gejolak global selama tahun 2018. Angka CDS Indonesia cenderung menurun yang menunjukkan kepercayaan investor asing bahwa risiko gagal bayar negara Indonesia terbilang rendah.
Ada peluang Bank Indonesia bakal melonggarkan likuiditas termasuk melalui penurunan suku bunga bila the Fed memang tidak lagi menaikkan bunga sementara penyaluran kredit masih belum memuaskan. Budi menyoroti spread antara suku bunga Bank Indonesia baik terhadap proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terbilang tebal setelah kenaikan pesat bunga selama tahun 2018 lalu.
Berdasarkan panduan SLIVE, Budi melihat alokasi arus modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) akan lebih besar ketimbang pasar modal. Investor asing memanfaatkan imbal hasil SBN yang masih relatif tinggi sejalan dengan penurunan yield T-bond dan peluang penguatan rupiah hingga akhir tahun. Terlebih lagi risiko kelebihan penawaran SBN relatif terbatas mengingat pemerintah telah lebih awal menerbitkan (front-loading) jelang akhir tahun lalu.
“Semarak pada pasar SBN menjadi semacam prasyarat peluang kenaikan di pasar saham yang juga menunggu penguatan daya beli sekira pemerintah mampu memacu kinerja ekspor manufaktur dan pariwisata sebagai mesin penghasil valas selain komoditas primer,” ungkap Budi.
Budi memproyeksikan imbal hasil saham selama tahun 2019 ini sejalan dengan pertumbuhan laba perusahaan sebesar 10-12% sehingga IHSG berpeluang ditutup pada 6.800-6.900 pada akhir tahun. Imbal hasil ini menarik dibandingkan dengan inflasi yang diproyeksikan sekitar 3% hingga 4%.
Saat ini arus modal asing yang masuk ke pasar modal telah mencapai Rp15,21 triliun sejak awal tahun. Sementara, total dana asing yang masuk di pasar modal dan obligasi telah mencapai US$ 6 miliar, jauh lebih besar dari tahun 2018.