Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan indeks saham-saham pertambangan atau Jakmine, yang sampai dengan pekan ketiga April 2019 masih tumbuh lebih rendah dari IHSG, diproyeksikan bakal memantul sejalan dengan penguatan harga komoditas pada kuartal II/2019.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks harga saham gabungan ditutup indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat menguat 25,679 poin atau 0,40% ke level 6.507,221 pada penutupan perdagangan, Kamis (18/4). Sebaliknya, indeks Jakmine terkoreksi 3,538 poin atau 0,20% ke level 1.783,29.
Indeks Jakmine beranggotakan 47 emiten yang bergerak di bidang pertambangan mulai dari batu bara, logam, serta minyak dan gas. Lima emiten dengan bobot terbesar untuk indeks tersebut yakni PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) 16,76%, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) 11,85%, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) 10,79%, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) 8,23%, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) 5,80%.
Pada sesi perdagangan akhir pekan, Kamis (18/4/2019), saham-saham yang menjadi penopang laju indeks Jakmine dengan penguatan harga yakni BYAN 1,58%, PT Apexindo Pratama Duta Tbk. (APEX) 22,48%, PT Alfa Energi Investama Tbk. (FIRE) 2,82%, PT Kapuas Prima Coal Tbk. (ZINC) 1,82%, dan PT Timah Tbk. (TINS) 1,49%.
Adapun, saham yang menjadi penekan laju indeks Jakmine dengan koreksi harga yakni INCO 3,05%, PT Cita Mineral Investindo (CITA) 7,46%, ITMG 1,62%, PTBA 0,75%, dan ADRO 0,77%.
Untuk periode berjalan 2019, IHSG tercatat menguat sebesar 5,05%. Sementara itu, indeks Jakmine tercatat baru menguat 0,38%.
Analis Artha Sekuritas Juan Harahap menilai penyebab masih loyonya laju indeks Jakmine akibat penurunan harga batu bara. Menurutnya, tekanan terhadap harga komoditas itu masih akan terus berlanjut sejalan dengan kebijakan impor China.
Juan menyebut faktor yang dapat mendorong laju saham emiten pertambangan yakni upaya diversfikasi yang tengah dilakukan oleh sejumlah emiten. Artinya, perseroan berusaha mulai menjajaki lini bisnis yang beragam di luar thermal coal.
“Sebagai contoh seperti gasifikasi dan juga power plant,” ujarnya kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, sejumlah emiten pertambangan memang berencana memacu bisnis non tambang. Sebagai contoh, Adaro Energy yang tengah memacu bisnis ketenagalistrikan dan pengolahan air bersih.
Selain Adaro Energy, Bukit Asam juga memiliki sejumlah proyek pengembangan di bidang gasifikasi atau penghiliran tambang serta pembangkit listrik.
Beberapa proyek pengembangan miliki Bukit Asam yakni Proyek Gasifikasi atau Penghiliran Tambang Peranap, Proyek Gasifikasi Tambang Tanjung Enim, Pembangkit Listrik (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 8, PLTU Feni Halmahera Timur, dan proyek angkutan batu bara.
Di lain pihak, Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menjelaskan bahwa terdapat beberapa penyebab masih lambatnya pertumbuhan indeks Jakmine dibanding IHSG. Salah satunya penurunan permintaan dari China yang menyebabkan turunnya harga batu bara di pasar intenasional.
Selanjutnya, belum ada kepastian mengenai revisi Peraturan Pemerintah (PP) pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Hal ini terkait perpanjangan izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
“[Rebound indeks Jakmine] Masih harus menunggu kepastian perpanjangan PKP2B menjadi IUPK,” jelasnya.
PELUANG
Sementara itu, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menjelaskan bahwa harga komoditas, khususnya batu bara, terlihat kurang baik pada kuartal I/2019. Padahal, laporan keuangan periode 2018 sejumlah emiten di sektor itu melebihi ekspektasi.
Pelemahan harga komoditas, sambungnya, tidak dapat dilepaskan dari kekhawatiran perekonomian China yang memburuk pada kuartal I/2019. Kondisi itu ditambah kecemasan negoisasi dagang antara China dan Amerika Serikat yang masih terus berlanjut.
Kendati demikian, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China menurutnya sangat bagus atau di luar dugaan mencapai 6,4%. Selanjutnya, negoisasi antara China dan Amerika Serikat menunjukkan hasil positif.
“Jadi seharusnya bisa mendongkrak harga komoditas pada kuartal II/2019 khususnya coal, nickel dan timah. Akibatnya, Jakmine ada peluang untuk rebound pada kuartal II/2019,” paparnya.
Janson menjadikan saham Vale Indonesia sebagai salah satu top picks dengan target harga Rp3.900. Emiten berkode saham INCO itu memiliki katalis positif dari harga nikel dunia yang masih cenderung bullish didorong sentimen permintaan untuk mobil listrik.
Selanjutnya, dia juga menjadikan saham ADRO sebagai top picks dengan target harga Rp1.600 per saham.