Bisnis.com, JAKARTA – Tembaga gagal memanfaatkan momentum, menjadi logam dasar yang terdepresiasi di saat mayoritas logam dasar lainnya menguat seiring dengan harapan perundingan perdagangan antara AS dan China yang dapat menghasilkan kesepakatan.
Berdasarkan data Bloomberg, harga tembaga di bursa London Metal Exchange pada perdagangan Jumat (5/4/2019) pukul 07.01 waktu London, melemah 0,1% menjadi US$6.447 per ton, telah melemah 0,6% pada perdagangan pekan ini.
Dalam riset harian Bank ANZ yang dikutip melalui Reuters, melemahnya pergerakan tembaga akibat tekanan dari meningkatnya jumlah pasokan global.
“Harga tembaga berada di bawah tekanan setelah kenaikan dalam invetaris bursa baik bursa London maupun Shanghai,” tulis Bank ANZ dalam risetnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (5/4/2019).
Persediaan tembaga di gudang LME melonjak 30.375 ton menjadi 198.325 ton pada perdagangan Rabu (3/4/2019), menjadi yang tertinggi dalam 6 bulan terakhir dan hampir naik dua kali lipat dari 3 minggu lalu.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Kamis (4/4) bahwa Amerika Serikat dan China hampir mencapai kesepakatan dalam konflik perdagangannya selama pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He di Washington pekan ini.
Baca Juga
Namun, beberapa perincian masih perlu diselesaikan sebelum kesepakatan akhir tercapai, termasuk keengganan Amerika Serikat untuk menghapus tarif US$250 miliar untuk produk China.
Adapun, China adalah produsen tembaga terbesar di dunia dan Amerika Serikat adalah produsen tembaga terbesar keempat.
Di sisi lain, logam dasar lainnya berhasil menguat akibat sentimen perkembangan perundingan perdagangan tersebut. Aluminium berhasil menguat 1%, Nikel berhasil naik 0,5%, dan Seng berhasil terapresiasi 0,8%.