Bisnis.com, JAKARTA--MNC Sekuritas memperkirakan bahwa pada perdagangan awal bulan ini, Senin (1/4/2019) harga surat utang negara atau SUN kembali bergerak dengan arah perubahan yang bervariasi, dengan peluang penurunan di tengah para investor yang masih wait and see terhadap kondisi pasar saat ini.
I Made Adi Saputra, Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas, mengatakan bahwa pemerintah juga berencana untuk menjual SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dengan cara lelang rutin yang akan diselenggarakan besok, di mana para investor akan menunggu momen lelang yang berpotensi memberikan imbal hasil lebih baik.
"Dengan masih terbukanya peluang terjadinya koreksi harga, maka kami sarankan kepada investor untuk tetap mencermati pergerakan harga SUN dengan fokus pada seri SUN dengan tenor pendek dan menengah," katanya dalam riset harian, Senin (1/5/2019)
Made mengatakan, arah pergerakan harga SUN masih akan banyak dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Beberapa seri yang cukup menarik untuk dicermati di antaranya adalah sebagai berikut ini : FR0069, FR0053, FR0061, FR0063, FR0070, FR0056, dan FR0059.
Review (Jumat, 29 Maret 2019)
Pada perdagangan akhir bulan kemarin, Jumat 29 Maret 2019, perubahan harga SUN bergerak dengan kecenderungan mengalami kenaikan di tengah penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Kenaikan harga yang terjadi pada perdagangan akhir bulan mencapai 58 bps yang mendorong turunnya tingkat imbal hasil obligasi negara hingga sebesar 7,8 bps.
Adapun untuk obligasi negara seri acuan semua serinya mengalami kenaikan harga hingga sebesar 24 bps yang mengakibatkan turunnya tingkat imbal hasil obligasi negara hingga sebesar 3,3 bps.
Adapun kenaikan harga terbesar didapati pada SUN seri acuan dengan tenor 10 tahun sebesar 24 bps yang mendorong turunnya imbal hasil obligasi sebesar 3,3 bps di level 7,605% dan dilanjutkan pada SUN bertenor 20 tahun yang ditutup dengan mengalami kenaikan harga sebesar 21 bps mengakibatkan turunya tingkat imbal hasil sebesar 2,1 bps di level 8,130%.
Sementara itu, untuk SUN seri acuan dengan tenor 15 tahun dan 5 tahun ditutup dengan mengalami kenaikan harga masing-masing sebesar 13 bps dan 5 bps menyebabkan terjadinya penurunan tingkat imbal hasil sebesar 1,5 bps di level 8,069% dan 1,2 bps di level 7,104%.
Kenaikan harga SUN pada perdagangan kemarin didorong oleh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar bergerak tipis pada perdagangan kemarin, efek sentimen dagang antara Amerika dan China membuat sebagian besar mata uang di regional Asia menguat, termasuk Indonesia.
Dari perdagangan SUN dengan denominasi mata uang dolar Amerika, tingkat imbal hasil masih terlihat mengalami penurunan pada sebagian besar serinya. Hal ini terjadi di tengah kenaikan imbal hasil surat utang global.
Adapun seri INDO29 mengalami kenaikan imbal hasil sebesar 0,3 bps sehingga berada di level 3,866% yang didorong oleh naiknya harga sebesar 2,5 bps yang diikuti oleh seri INDO44 dan INDO49 yang didapati mengalami penurunan imbal hasil masing-masing sebesar 0,2 bps di level 4,784% dan 0,7 bps di level 4,660% yang berdampak setelah naiknya harga sebesar 3,4 bps dan 12 bps.
Sedangkan untuk seri INDO24 mengalami penurunan harga sebesar 2,4 bps yang mendorong terjadinya kenaikan imbal hasil sebesar 0,5 bps di level 3,488%.
Volume perdagangan SUN yang dilaporkan pada perdagangan hari Jumat, 29 Maret 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan volume perdagangan sebelumnya, yaitu senilai Rp13,28 triliun dari 50 seri Surat Utang Negara yang diperdagangkan.
Adapun SUN seri FR0078 menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp2,49 triliun dari 96 kali transaksi yang diikuti oleh perdagangan obligasi negara seri FR0079 senilai Rp1,37 triliun dari 94 kali transaksi.
Sementara itu, untuk perdagangan Project Based Sukuk seri PBS014 menjadi Sukuk Negara dengan volume terbesar, yaitu sebesar Rp420 miliar dari 10 kali transaksi dan diiringi dengan volume Project Based Sukuk seri PBS0013 sebesar Rp135,00 dari 4 kali transaksi.
Volume perdagangan obligasi korporasi yang dilaporkan lebih kecil daripada volume perdagangan sebelumnya, yaitu senilai Rp941 miliar dari 45 seri obligasi korporasi yang diperdagangkan.
Adapun untuk Obligasi Berkelanjutan IV Sarana Multigriya Finansial Tahap VII Tahun 2019 Seri A (SMFP04ACN7) menjadi obligasi koporasi dengan volume perdagangan terbesar senilai Rp140,00 miliar dari 4 kali transaksi dan diikuti oleh Obligasi Berkelanjutan III Bank OCBC NISP tahap I Tahun 2019 Seri A (NISP03ACN1) senilai Rp106,00 miliar dari 3 kali perdagangan.
Selanjunya, untuk obligasi korporasi dengan volume Rp66,00 miliar dari 2 kali transaksi didapati pada perdagangan Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap II Tahun 2018 Seri B (WSKT03BCN2).
Pada perdagangan di akhir bulan kemarin pada tanggal 29 Maret 2019, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mengalami perubahan yang cukup fluktuatif pada awal sesi perdagangan di mana sempat melemah sebanyak 2 kali kemudian ditutup dengan kondisi menguat.
Adapun penutupan perdagangan kemarin rupiah menguat terbatas sebesar 3 pts (0,01%) di level 14241 dan bergerak pada kisaran 14233 hingga 14248 per dolar Amerika. Nilai tukar mata uang rupiah tersebut mengalami penguatan di tengah mayoritas penguatan mata uang regional. Mata uang peso Filipina (PHP) memimpin penguatan mata uang regional sebesar 0,48% yang diikuti oleh mata uang renminbi China (CNY) sebear 0,33% dan mata uang rupee India (INR) sebesar 0,24%.
Sedangkan untuk mata uang regional yang mengalami pelemahan tertinggi didapati mata uang yen Jen Jepang (JPY) yang melemah sebesar 0,15% diiringi dengan pelemahan mata uang ringgit Malaysia (MYR) sebesar 0,06% terhadap mata uang dolar Amerika.
Adapun Imbal hasil dari US Treasury dengan tenor 10 tahun mengalami penguatan pada level 2,407% yang diikuti dengan US Treasury bertenor 30 tahun yang ikut mengalami kenaikan di level 2,817%.
Penguatan imbal hasil US Treasury terjadi ditengah kondisi pasar saham Amerika yang mengalami penguatan, di mana indeks NASDAQ ditutup menguat di level 7729,32 begitu juga untuk indeks DJIA juga turut mengalami kenaikan di level 25298,68.
Sementara itu, untuk tingkat imbal hasil obligasi Inggris (Gilt) keseluruhan tenornya mengalami penurunan baik pada tenor 5, 10 dan 30 tahun, masing-masing sebesar 0,752%; 0,997%; dan 1,554%.
Sedangkan untuk obligasi Jerman (Bund) mengalami kenaikan untuk semua tenor acuannya baik itu bertenor 10, 20, dan 30 tahun masing-masing sebesar -0,068%; 0,279%; 0,574%.