Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan melakukan penggalangan dana hingga Rp50 triliun untuk memenuhi kebutuhan investasi perseroan pada 2019.
Direktur Keuangan Perusahaan Listrik Negara Sarwono mengungkapkan perseroan menganggarkan belanja modal sekitar Rp80 triliun hingga Rp90 triliun pada 2019. Separuh dari kebutuhan tersebut rencananya akan dipenuhi melalui fund raising atau penggalangan dana. “Fund raising sekitar Rp40 triliun hingga Rp50 triliun,” ujarnya di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Sarwono mengatakan 50% dari kebutuhan belanja modal digunakan untuk investasi pembangkit. Sisanya atau sebesar 50% digunakan untuk pengembangan transmisi dan distribusi. Dia menjelaskan bahwa biasanya pendanaan dengan mata uang rupiah akan digunakan berinvestasi di proyek transmisi. Sementara itu, pendanaan dalam mata uang asing akan digunakan untuk pengembangan transmisi.
Terkait dengan penerbitan global bond atau obligasi global, Sarwono menyebut instrumen itu menjadi salah satu alternatif pendanaan. Pihaknya mengatakan tidak terpaku hanya kepada satu instrumen. “Pilihan kami cukup banyak. Tidak terpaku kepada satu instrumen,” jelasnya.
Dia mengungkapkan perseroan juga memiliki opsi pinjaman perbankan baik lokal maupun global. Menurutnya, standby loan yang dimiliki mencapai Rp25 triliun.
Dalam waktu dekat, sambungnya, PLN belum berencana mengeksekusi penggalangan dana. Pasalnya, perseroan mengklaim masih memiliki dana yang cukup untuk mendanai investasi. “Sebagian memang kami pinjam tetapi mana timing yang paling bagus. Artinya, sesuai kebutuhan pendanaan jangka panjang atau jangka pendek,” tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Sarwono mengklaim optimistis perseroan akan mencetak untung pada akhir 2018. Menurutnya, kerugian yang diderita pada kuartal III/2018 hanya merupakan rugi buku akibat selisih nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Edwin Hidayat Abdullah menjelaskan bahwa secara operasional Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih untung pada 2018. Namun, rugi kurs yang bersifat unrealized masih ada akhir tahun lalu.
“[Rugi kurs yang unrealized] tetapi jauh turun akibat penurunan dolar Amerika Serikat pada penutupan akhir tahun sekitar Rp14.300 dibandingkan dengan sebelumnya sempat Rp15.000,” jelasnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Dia menyatakan 90% rugi yang diderita PLN lebih disebabkan bersifat unrealized. Di sisi lain, earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) diklaim masih dalam kondisi baik.
“Proyeksi keseluruhan [kinerja 2018] Insyaallah PLN untung namun bisa dikonfirmasi karena masih dalam proses audit. Yang jelas, kondisinya masih jauh lebih baik dibandingkan dengan lima tahun lalu waktu PLN cetak kerugian puluhan triliun,” paparnya.
Pada 2019, Edwin optimistis keuangan perseroan setrum milik negara itu akan membaik. Pasalnya, terdapat beberapa faktor yang menopang kinerja perseroan.
Pertama, domestic market obligation (dmo) batu bara yang sudah berlaku. Kedua, indonesian crude price juga sudah mulai turun. Ketiga, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai lebih baik baik pada tahun ini. Keempat, permintaan diperkirakan naik dengan kisaran 5% hingga 8%.
Kelima, PLN melakukan perluasan jaringan dan peningkatan elektrifikasi. “Kebutuhan investasi kita agak turunkan sedikit sementara akan ada dana tambahan penyertaan modal negara [PMN] Rp6,5 triliun,” tutur Edwin.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2018, PLN mengantongi penjualan tenaga listrik Rp194,40 triliun atau naik 6,93% secara tahunan. Sementara itu, pendapatan penyambungan pelanggan naik 4,23% secara tahunan menjadi Rp5,21 triliun.
Dari situ, total pendapatan usaha perseroan setrum milik negara itu Rp200,91 triliun pada kuartal III/2018. Pencapaian itu naik 6,94% dari periode yang sama tahun lalu Rp187,88 triliun.
Di sisi lain, beban bahan bakar dan pelumas perseroan tercatat Rp101,87 triliun. Jumlah tersebut naik 19,46% dari Rp85,28 triliun pada kuartal III/2017. Selanjutnya, beban pembelian tenaga listrik juga mengalami kenaikan dari Rp53,54 triliun pada kuartal III/2017 menjadi Rp60,61 triliun pada 30 September 2018.
Secara keseluruhan, beban usaha PLN naik 11,83% secara tahunan pada kuartal III/2018. Tercatat, terjadi kenaikan dari Rp200,31 triliun pada kuartal III/2017 menjadi menjadi Rp224,00 triliun.
PLN tercatat membukukan rugi usaha sebelum subsidi Rp23,08 triliun pada kuartal III/2018. Nilai tersebut naik dari Rp12,42 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Laporan keuangan kuartal III/2018 PLN mencatat subsidi listrik pemerintah mencapai Rp39,77 triliun per 30 September 2018. Jumlah itu naik dari Rp36,19 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, kerugian kurs mata uang asing bersih PLN meroket pada kuartal III/2018. Pasalnya, kerugian naik 677,25% dari Rp2,22 triliun pada kuartal III/2017 menjadi Rp17,32 triliun. Dengan demikian, PLN tercatat membukukan rugi Rp18,48 triliun. Posisi tersebut melebar dari kuartal II/2018 dengan kerugian Rp5,36 triliun.